Minggu, 07 Oktober 2018

Kajian Adat Istiadat dalam Perspektif Iman Kristen


BAB I

Pendahuluan

A.Pengertian
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), adat diartikan sebagai :

1.Aturan/perbuatan yang lazim diturut atau dilakukan sejak dahulu kala?
2.Cara/kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan
3.Wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma hukum, dan aturan yang satu dengan yang lainnya berkaitan menjadi satu sistem.

Sedangkan dalam Ensiklopedia Indonesia, adat adalah sesuatu yang dikenal, diketahui dan diulang-ulang serta menjadi kebiasaan di dalam masyarakat. Adat juga sering disebut sebagai tradisi masyarakat setempat yang terus dilakukan secara continue. Dari pengertian di atas, dapat dilihat bahwa adat merupakan bagian dari kehidupan orang yang melakukannya karena telah ada sejak lama dan bahkan dilahirkan dalam tradisi atau adat tersebut.

Sejauh definisi di atas, adat tidak bermasalah, dan ternyata melalui pengertian yang telah diutarakan diatas, maka adat istiadat merupakan ciri khas suatu daerah yang melekat sejak dahulu kala dalam diri masyarakat yang melakukannya.
Namun pertanyaanya adalah, bagaimana jika orang tersebut telah menjadi percaya kepada Tuhan Yesus? Apakah adat ditiadakan atau adat di jalankan bersama-sama atau bagaimana. Menurut hemat penulis, hal ini serius untuk dipikirkan, terutama masyarakat Nias yang kental dengan adat istiadat. Untuk menjawab pertanyaan ini tentu sebagai orang percaya, penulis akan menjawab dan menganalisisnya dalam perspekti Alkitab.
B.Macam-macam Adat
1.Adat yang Sebenarnya Adat
Adalah adat yang tak lekang oleh panas, tak lapuk oleh hujan, dipindah tidak layu, dibasuh habis air. Artinya, semua ketetapan yang ada di alam ini memiliki sifat-sifat yang tak akan berubah, contohnya hutan gundul menjadi penyebab banjir, kejahatan pasti akan mendapat hukuman, kebaikan akan membuahkan kebahagiaan, dan seterusnya.
2.Adat yang Diadatkan
Ialah semua ketentuan yang berlaku di dalam masyarakat. Ketentuan-ketentuan ini dikodifikasikan oleh Datuk Nan Duo berdasarkan sifat benda-benda di alam. Gunanya untuk mengatur kehidupan bermasyarakat dalam hal ketertiban, perekonomian, dan sosial budaya.
3.Adat yang Teradat
Yaitu aturan yang terbentuk berdasarkan musyawarah. Setiap kelompok masyarakat memiliki aturan dan tata cara yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya.
4. Adat-Istiadat
merupakan kebiasaan atau kesukaan masyarakat setempat ketika melaksanakan pesta, berkesenian, hiburan, berpakaian, olah raga, dsb.
C.Adat Bagi Masyarakatnya
Bagi masyarakat yang menganut suatu adat, adat itu merupakan harga mati, sesuatu yang harus dipegang kuat-kuat dan terus dilakukan/dilestarikan. Sehingga dalam hal ini adat merupakan identitas yang tidak bisa diganggu-gugat. Masyarakat rela mati demi mempertahankan dan memperjuangakan adat istiadatnya.
BAB II
ADAT DALAM PERSPEKTIF KRISTEN
A.Sikap Orang Kristen Terhadap Adat
Penulis tidak setuju jika orang Kristen meniadakan adat istiadat, tetapi penulis juga tidak setuju jika orang Kristen menelan/menerima semua adat istiadat yang ada tanpa kajian Alkitab.
Alkitab tidak melarang orang untuk beradat istiadat atau menganut suatu adat yang telah ada. Tidak ada satupu bagian di dalam Alkitab yang melarang orang percaya untuk tidak menganut adat apa dan manapun. Artinya bahwa, Alkitab memberi luang kepada orang percaya untuk menghargai adat dan menggunakan adat. Namun pertanyaanya apakah semua adat? Penulis jawab TIDAK!
B.Adat dalam Pandangan Yesus
Apakah Yesus anti adat? Tentu tidak, Yesus bukan anti adat, Yesus juga adalah manusia yang menghargai adat. (perlu diketahui bahwa Yesus adalah 100% Allah dan 100% manusia). Dalam natur-Nya sebagai manusia, Yesus menghargai adat bahkan Dia turut ambil bagian dari adat (adat Yahudi), misalnya Dia disunat.
Akan tetapi ternyata Yesus punya pandangan yang luar biasa terhadap adat, Yesus tidak setuju jika adat tersebut menjadi yang utama dibandingkan dengan firman Tuhan. Dalam Matius 15:3, Tuhan Yesus memberi jawab kepada orang-orang Farisi dan ahli Taurat, “Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?” Yesus dengan sangat tegas mengecam orang Yahudi yang sangat memelihara adat istiadat nenek moyang tetapi melanggar firman Tuhan.
Jelas hal ini tidak boleh terjadi di dalam kekristenan, orang Kristen tidak boleh melanggar ketetapan firman Tuhan karena lebih mementingkan adat istiadat. Tuntutan Alkitab bahwa setelah seseorang bertobat dan percaya Tuhan Yesus maka kita harus meninggalkan dosa. Sehingga jikalau di dalam adat istiadat ada hal-hal yang bisa mendorong orang untuk berbuat dosa/berpotensi melawan Alkitab – baik secara eksplisit maupun secara implisit –, maka lebih baik bagi kita sebagai orang Kristen untuk tidak melakukan adat istiadat tersebut.
C.Nasihat Paulus Terhadap Bahayanya Adat Istiadat
Kolose 2:8 “Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus”.
Dalam bagian ini, Paulus tidak sedang menasihati orang percaya terhadap bahaya filsafat (disiplin ilmu), tetapi dinisi Paulus menasihati supaya berhati-hati dengan ajaran turun temurun – adat istiadat – (lihat definisi adat di bab I). Paulus disini berbicara masalah kebiasaan yang telah diajarkan secara turun temurun, yaitu adat istiadat. Bagi Paulus, adat istiadat nenek moyang yang tidak sesuai dengan ajaran Kristus dan yang tidak memuliakan Kristus adalah salah dan tidak boleh dilakukan oleh orang Percaya.
Tuhan Yesus dan Paulus punya perspektif yang sama tentang adat, secara implisit, Tuhan Yesus dan Paulus setuju bahwa selagi adat tersebut sesuai dengan ajaran Alkitab, paling tidak tidak bertantangan dengan Alkitab maka adat itu tidak jadi masalah. Secara eksplisit Tuhan Yesus dan Paulus mengecam orang yang:
1.Mengutamakan adat dari pada firman Tuhan
2.Menganut adat, akan tetapi tidak menurut Kristus/tidak sesuai ajaran Kristus/Alkitab
D.Contoh Adat Nias Yang Tidak Boleh dilakukan Oleh Orang Percaya Nias
Penulis akan memberikan beberapa contoh adat istiadat (khususnya adat istiadat yang ada di Nias) yang melanggar kebenaran firman Tuhan dan yang tidak sesuia dengan kebenaran firman Tuhan (atau paling tidk berpotensi membuat orang berdosa di hadapan Tuhan).
1.Penyembahan Kepada Arwah
Penyemabahn kepada arwah adalah salah satu adat istiada orang Nias yang sampai sekarang dilakukan. Adat ini adalah suatu kepercayaan kepada roh orang yang telah meninggal. Orang Nias percaya bahwa, roh orang tua, nenek moyang, anak dan saudara masih bisa bertemu dengan orang yang masih hidup, maskipun tidak terlihat. Sehingga sering kali berdoa kepada arwah, misalnya meminta berkat, meminta kesembuhan. Kepercayaan terhadap arwah ini telah menjadi adat (kebiasaan/perilaku yang terus menerus dilaksanakan oleh masyarakat Nias)
Tentu adat ini melanggar firman Tuhan, sebab dalam Alkitab yang dapat memberi berkat dan kesembuhan adalah hanya Tuhan, dan tidak boleh ada allah dan kepercayaan lain selain Tuhan Allah. Sebagaimana yang dituliskan dalam Alkitab “Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahm (Keluaran 20:3-5a)
Sangat jelas bahwa, kepercayaan yang telah menjadi tradisi ini – adat istiadat – sungguh melanggar firman Tuhan, sebab dalam iman Kristen orang yang telah meninggal tidak ada hubungannya lagi dengan orang yang masih hidup. Orang yang telah meninggal rohnya tidak lagi bergentayangan. Tradisi seperti ini tentu sangat tidak teologis, justru salah dan membuat rang berdosa menyembah berhala. Penyembahan berhala, bukan hanya menyembah patung, tetapi dari Keluaran 20:3-5a di atas jelas bahwa, penyembahan berhala itu adalah suatu aktivitas umat Tuhan yang menomorduakan Tuhan, menduakan Tuhan dan mensejajarkan Tuhan dengan yang lain, – dalam hal ini Tuhan disejajarkan dengan arwah.
2.Fatome: Waktu Tertentu, Pesta Nikah dsb
Fatome adalah suatu adat Nias yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu, misalnya pada zaman dahulu kala orang Nias mencari nama adat atas dirinya dari para sesepuh dan masyarakat, atau juga mengembalikan makanan (babi) yang pernah diberikan kepadanya. Kegiatan ini juga dapat dilakukan waktu pesta nikah. Dalam adat ini, pembuat pesta membunuh babi sebanyak-banyaknya dan itu dianggap sebuah kehormatan yang sangat besar yang mendatangkan nama baik dan juga menunjukkan kepada masyrakat kemampaun ekonomi orang tersebut.
Lalu Apa Masalahnya?
Secara sepintas, tidak ada masalah dalm adat ini, akan tetapi jika dikaji lebih dalam dan dari berbagai aspek, ternyata, adat ini sangat berbahaya bagi orang kristen.
1.Bahaya Adat IstiadatFatome
Tujuan pesta fatome adalah mencari nama dan menunjukkan bahwa orang tersebut adalah orang luar biasa dan mampu. Bagi masyarakat Nias di zaman dulu (maupun zaman sekarang), fatome adalah suatu momen yang ditunggu-tunggu dan dipersiapkan sedemikian rupa. Bermacam-macam mempersiapkan adat tersebut, tentu mempersiapkan beberapa babi yang besar (dalam bahasa Nias bagian Selatan disebut sinuturu), sinuturu ini harus lebih besar dari yang lain, ini untuk kebanggan orang yang fatome. Semakin besar sinuturunya semakin besar kebanggan t orang tersebut bagi sesepuh dan masyarakat.
Dalam perspektif masyarakat Nias, kegiatan fatome adalah sebuah pesta yang baik di mata masyarakat, dan bagi masyarakat Nias itu tidak masalah. Namun pertanyaanya adalah dengan pesta yang seperti ini apakah sesuai dengan firman Tuhan? Apa yang salah dalam pesta fatome ini?
Karena artikel ini di buat dalam perspektif Kristen yang berdasarkan Alkitab, maka adat fatome ini harus dilihat dilama perspektis Alkitab. Dalam pesta fatome, jika direnungkan dan di analisis maka tersirat yang namanya kesombongan, antroposentris (berpusat pad manusia), dan humanisme (mengagungkan manusia). Apa kata Alkitab? Kejadian 11:1-9, menceritakan sebuah peristiwa – kira-kira 1000 tahun setelah air bah melanda bumi krena keberdosaan manusia – bahwa manusia penduduk bumi ingin membangun sebuah kota dengan menara punvcaknya sampai ke langit. Tujuan pembuatan kota dan menara tersebutadalah:
a.Supaya manusia tidak tercerai berai
b.Manusia mencari nama
c.Ada indikasi melindungi diri dari ancaman air bah selanjutanya
Tiga tujuan manusia membangun kota dan menara tersebut di atas melnggar firman Tuhan, pertama supaya manusia tidak cerai berai – sementara Tuhan berfirman supaya mansia beranak cucu dan bertambah banyan memenuhi bumi (Kejadian 1:28, 9:1,7). Kedua, manusia mencari nama (ini adalah sikap kesombongan manusia di hadapan Allah) dan bagian ini berhubungan langsung dengan adat Nias Fatomesa dimana orang yang fatome mencari nama adat. Ketiga, yaitu indikasi melindungi diri dari ancaman air bah – tentu ini menunjukkan ketidak percayaan kepada Allah, sebab Allah telah berfirman kepada Nuh bahwa tidak menghukum bumi dengan cara yang sama (Kejadian 9:11), dosa kedua dalam bagian ini adalah keyakinan manusia terhadap dirinya sendiri untuk menyelamatkan diri sendiri.
Dan ternyata, perbuatan manusia dalam perikop ini, Alkitab mengatakan bahwa Tuhan menghukum manusia dengan mengacaukan bahasa mereka karena manusia itu mau membangun kota dan menara yang puncaknya sampai ke langit. Tujuan orang ini membangun kota tersebut adalah untuk mencari nama. Karena hal itulah Tuhan menghukum mereka. Semua tindakan manusia dalam bagian ini melawan Tuhan dan memberontak kepada Tuhan, dan hal itu Tuhan tidak suka. Bagaimana dengan orang percaya (khususnya masyarakat Nias dalam kaitannya dengan adat iatiadat yang bertentangan dengan atau yang berindikasi melawan dan sombong di hadapan Tuhan?) menurut hemat penulis, saatnya masyaraka Nias memikirkan hal ini.
2.Bahaya dalam Pesta Nikah
Menikah adalah penggenapan firman Tuhan untuk beranak cucu dan memenuhi bumi. Tentu dalam pernikannya ini tidak ada persoalan, namun persoalannya dimana? Menurut hemat penulis persoalan dalam pesta nikah terletak pada perspektif yang telah menjadi tradisi.
Namun perlu penulis tegaskan bahwa tidak semua perspektif dalam pernikahan masyarakat Nias keliru, akan tetapi ada perspektif yang memang berindikasi keliru dalam ukuran iman Kristen. Beberapa perspektif yang penulis anggap tidak sesuia dengan Alkitab:
a.Dalam Perayaan (resepsi)
Sepintas tidak ada yang salah dalam resepsi pernikan masyarakat Nias, akan tetap jika dikaji ulang motif perayaan itu ternyata bermasalah. Penulis melakukan bincang-bincang kepada tokoh adat di desa penulis sendiri tat kala ada pesta nikah pada bulan November 2011, dan juga langsung penulis bincang-bicang kepada orang yang punya pesta. Penulis mengajukan pertanyaan: mengapa di pesta nikah ini babinya cukup 2-3 ekor aja yang dibunuh, kan eman, bisa dijual untuk bayar utang, yang penting tamu bisa makan, dan juga urusan catatan sipil dan keagamaan beres, kan sudah cukup? (karena pada waktu itu orang yang punya pesta mengadakan kongsi mengumpulkan uang, tapi yang membuat pesta harus memberi bagian (babi) kepada teman-teman kongsinya, bagian (babi) ini ditakar, sehingga tidak cukup 2-3 ekor, harus belasan ekor. Nah ternyata dalam perhitungan penulis, biaya babi yang dibunuh untuk dimakan teman kongsi jauh lebih besar dari pada uang yang terkumpul dari teman kongsi). Itu sebabnya penulis menganggap adat tersebut pemborosan, karena tanpa perhitungan untung, sementara tujuan kongsi mencari untung untuk bayar utang.
Dalam diskusi penulis dengan tokoh adat dan orang yang punya pesta, penulis mendapatkan perspektif yang salah dalam adat perayaan nikah, yaitu dua-duanya menjawab:
1.Ini sudah tradisi/adat istiadat
2.Untuk mencari nama baik

Menurut hemat penulis dalam iman Kristen dua alasan tersebut adalah keliru. Alasan pertama tentu keliru karena bukan lagi karena ucapan syukur kepada Tuhan, tetapi demi adat. Seyogyanya, orang Kristen dalam hal ini boleh melakukan pesta meriah namun dasar filosofinya adalah ucapan syukur kepada Tuhan. Tradisi.adat istiadat merayakan pesta tidak dihilangkan, akan tetapi dasar peespektifnya yang harus diubah, bukan lagi karena itu adat/tradisi, tetapi sebagai ucapan syukur kepada Tuhan, maka adat seperi ini dilestarikan. Alasan kedua secara eksplisit bahwa orang yang berpesta mencari nama, agar di dipuji orang. Kekeliruan dalam perspektif ini adalah adanya kesombongan yang tidak disadari di hadapan Allah. Kesombongan dalam hal ini tidak disadari karena itu sudah merupakan tradisi/adat istiadat mencari nama.
Dari kedua contoh adat yang telah penulis uraikan di atas, maka tampak bahwa di dalam budaya masyarakat Nias ada hal-hal yang perlu dikaji, di ubah dan diformulasikan ulang. Sebagaimana hal-hal yang membahayakan menurut iman Kristen yang telah penulis sampaikan di atas.
BAB. III
MASYARAKAT NIAS DAN KEKRISTENAN
Menurut Wikipedia Indonesia, jumlah penduduk pulau Nias sekitar 700.000 orang lebih, dan mayoritas (80-90 %) bergama Kristen Protestan dan Katholik. Masuknya kekristenan di pulau Nias sudah ratusan tahun. Dari jumlah penduduk Nias yang mayoritas Kristen ini maka perlu ada pemahaman baru mengenai hidup sebagai orang Kristen (pengikut Yesus Kristus). Untuk itu, perlu ada pemahaman yang jelas mengenai sebutan dalam status, antara orang/suku Nias Beragama Kristen atau Orang Kristen Suku/orang Nias
A.Orang/suku Nias Beragama Kristen
Sebutan status mempengaruhi pola pikir dan aplikasi pola pikir dalam kehidupan sehari-hari. Jika sebutan statu masyarakat Nias adalah orang/suku Nias beragama Kristen, maka artinya adalah segala sesuatu harus diukur dan berdasarkan filosofis orang/suku Nias. Pola pikir dan pola hidup disesuaikan dengan tradisi/hukum-hukum yang ada di suku Nias.
Jadi dalam status seperti ini, kekristenan adalah nomor dua. Yang lebih utama adalah apa kata hukum/adat atau tradisi Nias, bukan apa kata iman Kristen yang berdasarkan Alkitab. Ukuran benar salahnya sesuatu adalah menurut hukum dan adat istiadat suku Nias. Bertita Alkitab hanya sebagai referensi saja dalam pola pikir dan pola hidup sehari-hari. Singkatnya dalam status seperti ini yang ditonjolkan adalah hukum dan adat iatiada suku Nias.
B.Orang Kristen Suku Nias
Status kedua ini beda jauh dengan status yang pertama. Status kedua hal-hal Kristen yang menjadi utama. Dalam status ini yang menjadi dasar filosofi dan pola pikir serta pola hidup adalah menurut hukum Kristen itu sendiri – tentu apa yang dikatakan Alkitab.
Hukum atau adat istiadat suku Nias harus dipraktikan sesuai dengan hukum (teologi) Kristen. Yang menjadi patokan dan ukuran untuk segala sesuatunya adalah menurut hukum (teologi) Kristen.
Lalu, status masyarakat Nias yang mana? Masyarakat Nias saatnya mengerti statusnya, sehingga dengan demikian tidak terjadi salah kaprah dan sinkritisme. Seyogianya memahami statusnya secara benar supaya masyarakat Nias menjadi masyarakat yang berbudi luhur dan bertaqwa di hadapan Tuhan Yesus Kristus.
C.Kehidupan Orang Kristen
(I Korintus 3:23) “Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah”.
(Efesus 1:14) “Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaan-Nya”.
(I Petrus 2:9) “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”
Beberapa ayat di atas menunjukkan bahwa kita yang telah menjadi percaya kepada Tuhan Yesus (orang Kristen) disebut sebagai milik kepunyaan Allah, bukan lagi milik suku, adat istiadat atau milik siapa-siapa, tetapi setiap orang Kristen itu adalah milik kepunyaan Allah. Juga disebut sebagai anak-anak Allah dan ahli waris. (Roma 8:17) “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia”.

Sungguh hebat dan luar biasa status kita di hadanpan Allah, yaitu kita disebut sebagai milik Allah, anak Allah dan ahli waris. Mengapa hal ini penting? Sebab dalam Alkitab dikatakan bahwa orang yang telah percaya Yesus itu dibeli dengan darah yang mahal, yaitu darah Yesus Kristus sendiri, sebagaimana yang dikatakan Alkitab (I Korintus 6:20) “Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!” (I Korintus 7:23) “Kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia”.
Kenapa harus dibayar, ada apa dengan manusia koq dibayar? Alkitab juga menjawab pertanyaan ini bahwa manusia itu telah berdosa (Kejadian 3, Roma 3:10-18,23) dan akibat dosa ini adalah maut, kematian kekal. Itu sebabnya Tuhan Allah mengutus Yesus Kristus untuk menebus manusia berdosa itu dari murka Allah (Yohanes 3:16). Alasan inilah Kristus menebus kita sebagai anak-anak-Nya, umat pilihan-Nya. Jadi orang Kristen itu telah dibeli oleh Tuhan Yesus, dan tentu secara otomatis menjadi milik Tuhan Yesus.
Oleh sebab itu, seyogianya pola pikir dan pola hidup orang Kristen adalah seperti yang dimau oleh Pemiliknya, yaitu Kristus, bukan seperti yang dimau menurut pikiran manusia dan adat istiadat. (sekali lagi dalam hal ini, penulis tegaskan bahwa tidak bermaksud meniadakan adat istiadat, tetapi bagaimana mempraktikan adat istiadat itu sesuai dengan firman Tuhan).
D.Pola Hidup Orang Kristen=Identitas
Efesus 5:8
“Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang”
I Petrus 1:14
“Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu”
Efesus 4:22
“yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan”
Efesus 4:24
“dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya”.
Efesus 6:7
“dan yang dengan rela menjalankan pelayanannya seperti orang-orang yang melayani Tuhan dan bukan manusia”.
Beberapa ayat di atas merupakan rujukan pola hidup/nasihat bagaimana seharusnya hidup sebagai orang-orang yang telah menjadi milik Kristus.Firmn Tuhan di atas menegaskan bahwa kita tidak hidup lagi seturut dengan kehendak kita, adat kita, budaya kita, tetapi harus hidup seturut dengan kehendak Tuhan, hukum dan aturan Tuhan.
Alkitab berkata bahwa kita adalah garam dan terang dunia (Matius 5:13-14). Ini yang menjadi ciri chas, keadaan khusus dan jati diri kita, yaitu hidup seturut dengan kehendak Tuhan; menjadi garam dan terang dan menjadi pemuji dan pemnyembah Tuhan Yesus Kristus.
Jadi, sebagai orang Kristen, identitas kita adalah terletak pada status kita di hadapan Tuhan. Identitas kita bukan lagi adat istiadat kita, bukan lagi budaya dan tradisi-tradisi kita. Kiranya hal ini menjadi perenungan bagi setiap anak-anak Tuhan, secara khusus bagi masyarakat Nias yang mayoritas agama Kristen (anak Tuhan).
E.Sikap Terhadap Adat Istiadat
Jika identitas bukan adat istiadat atau budaya, trus bagaimana sikap orang Kristen terhadap adat istiadat. Senantiasa penulis tegaskan bahwa, Alkitab bukan anti adat istiadat, orang Kristen pun juga seyogyanya jangan anti adat istiadat. Akan tetapi adat itu harus ditempatkan di tempat yang tepat.
Setelah menjadi orang Kristen/orang percaya (milik Kristus) maka seluruh pola hidup dan pola pikir seturut dengan Kristus. Tuhan adalah di atas segalanya, jika sesuatu hal berindikasi menomorduakan Tuhan seharunya hal itu ditolak. Inilah yang menjadi ciri khs orang Kristen harus berani menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan firman Tuhan.
Solusi:
a.Adat istiadat harus dihargai, dihormati dan dilestarikan
b.Namun adat istiadat yang bertentangan dengan iman Kristen harusnya di kaji ulang dan ditolak bila perlu (contohnya seperti yang telah penulis uraikan di atas)
c.Adat istiadat dipraktikan untuk memuliakan nama Tuhan, sebagai seni dan keunikan suatu daerah (dalam hal ini Pulau Nias)
BAB IV
KESIMPULAN
Dari apa yang telah penulis uraikan di atas, maka jelas bahwa penulis tidak sedang apatis terhadap adat istiadat – khususnya adat istiadat Nias – akan tetapi, penulis mau menunjukkan bahwa, sebagai orang Kristen yang telah menjadi percaya kepada Tuhan Yesus maka identitasnya adalah sebagai anak Tuhan yang hidup seturut dengan kehendak Tuhan dan memandang segala sesuatunya dari perspektif Tuhan.
Beberapa point penulis sampaikan sebagai kesimpulan akhir:
1.Setiap orang – masyarakat Nias – harus menghargai adat istiadat yang telah ada
2.Masyarakat Nias yang telah menjadi Kristen, seyogyanya menilai dan mempraktikan adat istiadat dengan takut akan Tuhan dan memuliakan Tuhan di dalamnya
3.Sebagai orang Kristen, maka kebenaran firman Tuhan harus di atas segalanya, termasuk adat istiadat
4.Adat istiadatlah yang seharusnya disesuaikan dengan standart Alkitab, bukan Alkitab yang disesuaikan dengan standart adat istiadat. Artinya:
a.Alkitab dipandang dan diposisiskan lebih tinggi dari adat istiadat
b.Kebenaran adat disaring dengan kebenaran Alkitab; jika adat itu tidak bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan, silakan dikembangkan, dilestarikan dan dipraktikan, akan tetapi jika adat itu bertetangan dengan kebenaran firman Tuhan, maka sebagai orang Kristen seyogyanya menjauhkan adat itu.
c.Adat dipandang lebih rendah dari kebenaan firman Tuhan
Kiranya dalam hidup masyarakat Nias khususnya dan masyrakat pada umumnya yang telah menjadi percaya kepada Tuhan Yesus, hendaklah memiliki identitas diri di dalam Yesus Kristus, dan hendaklah menempatkan Kristus dan firman-Nya di atas segalanya, dan hendaklah memandang, mempraktikan, melestarikan, mengembangkan dan menghargai segala sesuatunya, termasuk adat istiadat dari perspektif Kristus.
Segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya kepada Tuhan di dalam Kristus Yesus. Amin
YA’AHOWU
Biografi:
Andreas Hasanema Giawa (akrab dipanggail Andre, Giawa dan Hasan), lahir di Desa Lölömoyo, kecamatan Amandraya, kabupaten Nias Selatan. Menyelesaikan pendidikan Sarjana Teologi di Sekolah Tinggi Teologi Duta Panisal – Jember, 2008. Saat ini sedang menyelesaikan program pascasarjana teologi di Sekolah Tinggi Teologi Adhi Wacana – Surabaya. Melayani penuh waktu sebagai guru di Joyful Kids (sekolah non formal untuk pembentukan karakter dan emosi anak). Dan juga melayani sebagai guru sekolah minggu di Gereja Reformed Injili Indonesia – Surabaya

Tidak ada komentar:

8 NASIHAT UNTUK PARA SUAMI

 8 NASIHAT UNTUK PARA SUAMI “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya...