Minggu, 18 November 2018

Bagaimana Menghadapi Aliran Sesat


Bagaimana Menghadapi Aliran Sesat

“Jika ada orang yang tidak mau mendengarkan apa yang kami katakan dalam surat ini, tandailah dia dan jangan bergaul dengan dia, supaya ia menjadi malu, tetapi janganlah anggap dia sebagai musuh, tetapi tegorlah dia sebagai seorang saudara” (2 Tesalonika 3:14, 15).

Paulus sangat serius ketika memberkan perintah “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2 Tes. 3:10), dan ia melanjutkan nasihatnya itu dengan kata-kata yang kita baca di dalam ayat hari ini. Mari kita uraikan perintahnya tentang cara berurusan dengan mereka yang sesat, atau setidaknya mereka yang berpikir fanatik.

“Tandailah dia” – Kata kerja yang digunakan Paulus ini artinya memberinya identitas – mengenali orang itu akan apa adanya dia. Sekali lagi Paulus menggunakan nada imperative dalam present tense, yang artinya mereka harus terus menandai orang tersebut. Ini adalah sebuah masalah besar, dan mereka tak boleh mengabaikannya atau menghadapinya dengan setengah hati. Tentu saja, sebelum menyelesaikan suatu persoalan, kita perlu mengenali persoalan tersebut.

“Jangan bergaul dengan dia” – Sekali lagi Paulus menggunakan gaya bahasa yang serupa – nada imperative dalam present tense. Jangan salah mengerti. Paulus sedang membicarakan perintah. Dari ayat seperti ini muncullah praktik “pengucilan.” Hingga tahun 1983 Gereja Katolik beberapa kali melakukan pengucilan (istilah yang digunakan adalah “eks-komunikasi”). Ordo kuno Amish mempraktikkan pengucilan dan menyebutnya meidung. Kaum Mennonites tertentu yang sangat konservatif juga mempraktikkan pengucilan. Saksi Yehuwa mengucilkan anggota yang meninggalkan gerejanya dan menolak untuk menyapa mereka saat berjumpa di jalan. Di dalam komunitas yang akrab pengucilan dapat menimbulkan efek menghancurkan karena memisahkan seseorang dari system pendukung yang ada. Tetapi nasihat Pauus ini tidak seekstrem itu, seperti akan kita lihat segera.

“Janganlah anggap dia sebagai musuh” – Setelah menandai orang Kristen yang tersesat itu, kita tidak boleh memperlakukannya dengan kebencian. Tidak semua orang sesat atau fanatic itu musuh, terutama ketika mereka adalah bagian dari kelompok sosial yang sama.

“Tegorlah ia sebagai seorang saudara” – Sebaliknya, mereka harus menasihati orang ini sebagaimana mereka menasihati seorang saudara kandung.(Akar kata Yunani untuk saudara memiliki  arti sesuatu yang “bersatu di dalam kandungan.”) Mengingatkan kita pada kasih persaudaraan bukan?

Dan tujuan dari semua ini? “Supaya ia menjadi malu.” Kata kerja yang dipilih oleh Paulus berarti melawan diri sendiri. Saudara yang tersesat atau fanatik itu memerlukan sebuah perenungan ulang terhadap diri sendiri dan tindakan mereka. Itulah yang harus kita lakukan, bukan untuk menghukum orang yang sesat dan/atau fanatik, tetapi untuk mendisiplinkan mereka, yaitu menolong mereka untuk melihat apa yang salah dengan jalan yang mereka tempuh.  

God bless...

Ps. Lambok G. Hutagalung


Tidak ada komentar:

8 NASIHAT UNTUK PARA SUAMI

 8 NASIHAT UNTUK PARA SUAMI “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya...