Bagaimana Menghadapi
Aliran Sesat
“Jika ada orang yang
tidak mau mendengarkan apa yang kami katakan dalam surat ini, tandailah dia dan
jangan bergaul dengan dia, supaya ia menjadi malu, tetapi janganlah anggap dia
sebagai musuh, tetapi tegorlah dia sebagai seorang saudara” (2 Tesalonika 3:14,
15).
Paulus sangat serius ketika memberkan
perintah “Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan” (2 Tes. 3:10),
dan ia melanjutkan nasihatnya itu dengan kata-kata yang kita baca di dalam ayat
hari ini. Mari kita uraikan perintahnya tentang cara berurusan dengan mereka
yang sesat, atau setidaknya mereka yang berpikir fanatik.
“Tandailah dia” – Kata kerja yang
digunakan Paulus ini artinya memberinya identitas – mengenali orang itu akan
apa adanya dia. Sekali lagi Paulus menggunakan nada imperative dalam present
tense, yang artinya mereka harus terus menandai orang tersebut. Ini adalah
sebuah masalah besar, dan mereka tak boleh mengabaikannya atau menghadapinya
dengan setengah hati. Tentu saja, sebelum menyelesaikan suatu persoalan, kita
perlu mengenali persoalan tersebut.
“Jangan bergaul dengan
dia” – Sekali lagi Paulus menggunakan gaya bahasa yang serupa – nada
imperative dalam present tense. Jangan salah mengerti. Paulus sedang
membicarakan perintah. Dari ayat seperti ini muncullah praktik “pengucilan.”
Hingga tahun 1983 Gereja Katolik beberapa kali melakukan pengucilan (istilah
yang digunakan adalah “eks-komunikasi”). Ordo kuno Amish mempraktikkan
pengucilan dan menyebutnya meidung. Kaum Mennonites tertentu yang sangat
konservatif juga mempraktikkan pengucilan. Saksi Yehuwa mengucilkan anggota
yang meninggalkan gerejanya dan menolak untuk menyapa mereka saat berjumpa di
jalan. Di dalam komunitas yang akrab pengucilan dapat menimbulkan efek
menghancurkan karena memisahkan seseorang dari system pendukung yang ada.
Tetapi nasihat Pauus ini tidak seekstrem itu, seperti akan kita lihat segera.
“Janganlah anggap dia
sebagai musuh” – Setelah menandai orang Kristen yang tersesat itu, kita tidak
boleh memperlakukannya dengan kebencian. Tidak semua orang sesat atau fanatic
itu musuh, terutama ketika mereka adalah bagian dari kelompok sosial yang sama.
“Tegorlah ia sebagai
seorang saudara” – Sebaliknya, mereka harus menasihati orang ini sebagaimana mereka
menasihati seorang saudara kandung.(Akar kata Yunani untuk saudara
memiliki arti sesuatu yang “bersatu di dalam kandungan.”) Mengingatkan
kita pada kasih persaudaraan bukan?
Dan tujuan dari semua ini?
“Supaya ia menjadi malu.” Kata kerja yang dipilih oleh Paulus berarti melawan
diri sendiri. Saudara yang tersesat atau fanatik itu memerlukan sebuah
perenungan ulang terhadap diri sendiri dan tindakan mereka. Itulah yang harus
kita lakukan, bukan untuk menghukum orang yang sesat dan/atau fanatik, tetapi
untuk mendisiplinkan mereka, yaitu menolong mereka untuk melihat apa yang salah
dengan jalan yang mereka tempuh.
God bless...
Ps. Lambok G. Hutagalung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar