Kita mungkin pernah bertemu dengan orang yang mempertanyakan iman kita. Hal ini bisa muncul dari siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Mengapa memercayai Yesus Kristus sebagai Tuhan? Mengapa Dia harus disalib? Mengapa wajib ke gereja? Tentu saja masih banyak pertanyaan lainnya.
Paulus juga pernah mengalami situasi ini saat imannya dipertanyakan di Roma. Untuk itu, ia berinisiatif mengundang para pemuka agama Yahudi. Undangan itu bertujuan untuk menjelaskan masalah yang dialaminya (17). Namun, mereka malah mengatakan tidak mendengar berita apa pun mengenai itu (21).
Tanpa disangka, para pemuka Yahudi justru membuka diri untuk mendengar penjelasan tentang iman Paulus. Mereka ingin tahu tentang kepercayaannya kepada Kristus yang sedang mendapat perlawanan (22). Dalam rangka itulah, mereka menentukan waktu untuk berbincang (23).
Paulus menggunakan kesempatan itu untuk memberitakan Injil dan meyakinkan orang tentang Yesus. Semangatnya bergelora untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah pribadi yang dijanjikan dalam kitab para nabi (23). Ini membuktikan antusias dan dedikasinya dalam menyebarkan Injil. Hasilnya? Ada yang percaya, namun tidak sedikit yang menolak (24-25).
Sebagai orang percaya, kita diminta selalu siap sedia dalam memberi pertanggungjawaban iman. Ini merupakan salah satu cara memberitakan Injil. Kita harus menggunakan setiap kesempatan untuk tugas penting ini. Tuntutan ini memperingatkan kita, sebagai orang percaya, untuk terus belajar. Kita harus semakin serius membaca sekaligus mendiskusikan isi Alkitab. Tidak hanya Kitab Suci, kita juga perlu mengonsumsi buku-buku tentang pengetahuan lain. Tujuannya agar cakrawala wawasan dalam mempertahankan iman kita semakin luas. Iman dan pengetahuan adalah dua sisi tak terpisahkan. Pujangga Jerman klasik, Novalis, pernah berkata, "Pengetahuan hanya setengah. Iman adalah yang lain."
Doa: Kokohkanlah pengetahuan iman kami, ya Tuhan. [MUL]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar