Terbebas Dari Kesalahan
“Kata raja kepadanya: “Perbuatlah seperti
yang dikatakannya; pancunglah dia dan kuburkanlah dia; dengan demikian engkau
menjauhkan dari padaku dan dari pada kaumku noda darah yang ditumpahkan Yoab
dengan tidak beralasan” (1 Raja-raja 2:31).
Segera setelah naik takhta, Raja Salomo mulai membangun basis
pendukungnya. Salah satu panglima andalan Daud adalah Yoab, tapi waktu
memadamkan pemberontakan Absalom ia tidak mengindahkan Daud dan melakukan
pembunuhan atas Absalom.
Salomo memutuskan inilah saatnya membereskan utang darah yang
dimiliki Yoab. Lalu Salomo memerintahkan Benaya, tangan kanannya, untuk
membunuh Yoab, yang berlindung dan melarikan diri di kemah suci sambil
berpegang erat-erat pada mezbah. Tetapi sikap ini tidak membebaskannya. Salomo
menyuruh Benaya masuk ke kemah TUHAN untuk “menjauhkan dari padaku dan dari
pada kaumku noda darah yang ditumpahkan Yoab dengan tidak beralasan. Dan
TUHAN akan menanggungkan darahnya kepadanya sendiri, karena ia telah membunuh
dua orang yang lebih benar dan lebih baik dari padanya” (1 Raj. 2:31, 32).
Di dalam Alkitab kita sudah sejak awal berkenalan dengan balas
dendam berdarah seperti. Dalam Kejadian 4 kita membaca kisah pembalasan Lamekh,
“Berkatalah Lamekh kepada kedua istrinya itu: ‘Ada dan Zila, dengarkanlah
suaraku: hai istri-istri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini:
Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia telah melukai aku, membunuh
seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; sebab jika Kain harus
dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat” (ay. 23,
24).
Cara untuk membuat impas utang darah seperti itu masih berlaku
hingga kini di belahan dunia tertentu. Anggota kelompok dari orang yang
menderita dianggap bertanggung jawab untuk membawa “kedamaian” dengan cara
membalaskan dendam kepada orang (dan keluarga) pelaku. Di sinilah kesalahan
diperbaiki, dan penebusan dosa dilakukan, dan pengampunan diperoleh.
Prinsip yang sama mendasari filosofi di balik persembahan hewan korban.
Semburan darah hewan korban dipandang sebagai tanda penebusan.
Dalam masyarakat sipil di Barat, kesalahan antar pribadi dapat
diselesaikan secara psikologis, misalnya dengan cara memaafkan tanpa perlu
membalas. Kita telah mendengar kisah-kisah tentang orang-orang berjiwa besar yang
memaafkan – betapapun dalamnya sakit yang telah ditimbulkan oleh – penjahat
yang menyakiti mereka. Seperti halnya balas dendam memakan korban, demikian
pula memaafkan tak mudah dilakukan. Tetapi tentu saja, yang terakhir itu adalah
perbuatan sangat terpuji.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar