Ular Tembaga
“Maka berfirmanlah
TUHAN kepada Musa: ‘Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada sebuah tiang:
maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya,akan tetap hidup.”
(Bilangan 21:8).
Sekali lagi Bangsa Israel mengalami patah semangat (Siapa yang
bisa menyalahkan mereka?) dalam kekesalan mereka memberontak kepada Musa dan
bahkan melawan TUHAN sendiri. Hal ini jelas suatu pemberontakan. “Di sini tidak
ada roti dan tidak ada air, dan akan makanan hambar ini kami telah muak” (Bil.
21:5).
Kata kerja yang dipakai menunjukkan perubahan perasaan orang
Israel terhadap manna. Mereka melangkah lebih jauh dengan menyebut manna
sebagai “pahit” atau “tengik,” menggunakan kata sifat yang kuat, dari akar kata
yang berarti “enteng.” Dengan kata lain, mereka berkeras memandang enteng manna
sebagai tak berharga, dan remeh. Lebih jauh lagi, ‘jiwa” mereka berontak bila
berpikir tentang makanan dari surga ini. Kata-kata itu mengandung makna bahwa
manakala mereka berpikir tentang manna, mereka merasa mau muntah! Mereka
terdengar seperti anak-anak yang mengatakan hal-hal seperti itu tentang makanan
mereka! Tak heran mereka disebut anak-anak Israel!
Maka TUHAN “menyuruh ular-ular tedung ke antara bangsa itu, yang
memagut mereka, sehingga banyak dari orang Israel yang mati” (ay. 6). Alkitab
terjemahan King James menyebut
ular tersebut “api,” yang merupakan arti harfiah dari ular, yang biasanya
menimbulkan luka melepuh dan mematikan. Banyak orang Israel yang kehilangan
nyawanya.
Lalu Musa berpaling kepada Allah, yang menyuruhnya membuat ular
dari tembaga. Seseorang yang digigit ular itu, akan sembuh setelah melihat
patung ular tembaga.
Orang Timur Dekat tidak asing dengan masalah gigitan ular. Di
Mesopotamia ada ritual sihir khusus untuk mengubah ular yang berbisa menjadi
tidak berbisa. Praktik lain yang biasa dijumpai disebut “sihir simpati,” yaitu
patung yang menyerupai sumber penyakit, yang dipercaya mempunyai kuasa
penyembuhan.
Pada umumnya doa dan sihir selalu bergandengan tangan, karena
keduanya berdasarkan kepercayaan adanya makhluk halus di balik semuanya. Akan
tetapi bahkan hal-hal baik – hal-hal yang suci – dapat berubah menjadi batu
sandungan. Selama berabad-abad ular tembaga menjadi objek penyembahan dan
disebut “Nehustan,” Karena itulah Raja Hizkia memusnahkannya.
Di dalam Alkitab, hal-hal “buruk” berubah menjadi “baik” (seperti
ketika Allah mengambil nama-nama dewa berhala) dan hal-hal “baik” bisa berubah
menjadi “buruk” (seperti Nehustan). Allah memberi kita kebijaksanaan untuk
mengetahui perbedaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar