Gideon
“Orang Israel menjadi sangat melarat oleh
perbuatan orang Midian itu. Lalu berserulah orang Israel kepada TUHAN”
(Hakim-hakim 6:6).
Ketika Gideon sedang mengirik gandum di tempat pemerasan anggur,
sebuah tindakan yang dilakukan diam-diam, datanglah malaikat TUHAN kepadanya
dan menyebutnya “pahlawan yang gagah berani” (Hak.6:12). Panggilan itu
mengejutkan Gideon, karena bagi dirinya ia bukanlah siapa-siapa. Namun dibalik
kesederhanaannya, Gideon memiliki sisi keras dalam dirinya. Ketika dikatakan
bahwa Allah menyertainya, ia mengomel: “jika TUHAN menyertai kami, mengapa
semuanya ini menimpa kami” (ay.13). tapi sinisme Gideon tidak menyurutkan Allah
untuk memberikannya tugas.
Setelah dua kali meminta tanda dari Allah, akhirnya Gideon
memutuskan untuk memimpin tentara Israel melawan orang Midian, yang digambarkan
“seperti belalang banyaknya” dan “unta mereka tidak terhitung, seperti pasir di
tepi laut banyaknya” (Hak. 7:12). Namun 300 orang pembawa obor pasukan Israel
ternyata dapat membunuh 120.000 orang tentara musuh! Ketika orang-orang Sukot
menolak untuk memberi makan pasukannya, Gideon di penghujung hari kembali lalu
“mengambil duri padang gurun dan onak, dan menghajar orang-orang Sukot dengan
itu” (Hak. 8:16). Di sinilah nampaknya Gideon mulai tergelincir oleh
keangkuhannya sendiri!
“Kemudian berkatalah orang Israel kepada Gideon: “Biarlah engkau
memerintah kami, baik engkau, baik anakmu maupun cucumu, sebab engkaulah yang
telah menyelamatkan kami dari tangan orang Midian” (ay.22).
Namun di kemudian hari apa yang dikatakan dan dilakukan oleh
Gideon ternyata bertentangan, dan tindakannya lebih nyaring ketimbang
kata-kata! Apa yang dikatakannya adalah ‘Aku tidak akan memerintah kamu… TUHAN
yang memerintah kamu” (ay.23). tetapi apa yang dilakukannya adalah meminta
perhiasan emas hasil jarahan mereka. Dengan sukacita Bangsa Israel pun
menyerahkan 40 pon (1.700 syikal atau sekitar 16 kilogram) perhiasan emas
ditambah dengan perhiasan telinga berbentuk bulan sabit dan “pakaian kain unggu
muda… dan … kalung rantai yang ada pada leher unta mereka” (ay.26).
Kita tidak mengetahui dasar tindakannya itu, tetapi dari jarahan
itu Gideon membuat sebuah efod, sebuah jubah imam, yang berlawanan dengan
kerendahan hati yang diucapkannya. Meski menolak diangkat menjadi raja, Gideon
tidak berkeberatan diangggap sebagai imam. “Di sanalah orang Israel berlaku
serong dengan menyembah efod itu; inilah yang menjadi jerat bagi Gideon dan
seisi rumahnya (ay.27).
Kerendahan hati adalah cirri pemimpin rohani. Namun seringkali
seseorang yang rendah hati yang menerima penghormatan dan tanggung jawab yang
berlebih akan tergelincir dalam keangkuhan. Hal ini terjadi pada Gideon
dan terjadilah di gereja kita saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar