Memaniskan Air Pahit
“Musa berseru kepada TUHAN, dan TUHAN
menunjukkan kepadanya sepotong kayu; Musa melemparkan kayu itu ke dalam air,
lalu air itu menjadi manis. Di sanalah diberikan TUHAN ketetapan dan
peraturan-peraturan kepada mereka dan di sanalah TUHAN mencoba mereka “
(Keluaran 15:25).
Mara adalah ujian pertama bangsa Israel setelah melewati kelepasan
Laut Merah dan pencobaan pertama Musa sebagai pemimpin umat yang baru
dilepaskan. Mereka telah melakukan perjalanan selama tiga hari masuk ke padang
gurun Syur dengan gembira bernyanyi dan menari sementara mereka merayakan
kebebasan mereka.
Tetapi kegembiraan itu segera memberi jalan kepada perasaan takut
dan frustasi – mereka tidak punya air. Mereka yang dengan aman dituntun
menyeberang Laut Merah kini akan mati kehausan. Apakah mukjizat yang mereka
baru saja saksikan semua merupakan kebetulan atau keberuntungan
sementara? Apakah ini hanya sebahagian dari sejumlah tipuan kejam untuk
menaikkan harapan mereka dan kemudian meninggalkan mereka untuk binasa
karena kehausan? Itu tidak masuk akal – jika Tuhan bisa membelah Laut
Merah, mengapakah Dia tidak bisa memberikan mereka air minum?
Bayangkan kelegaan mereka ketika mereka melihat aliran air di Mara
dan kemudian mereka marah karena khawatir setelah menemukan bahwa airnya bukan
hanya sangat pahit, tetapi juga terkontaminasi. Dan siapakah yang mereka
salahkan? Musa, pemimpin mereka yang tampaknya menderita apa yang semua para
pemimpin Allah akhirnya alami, dituduh dan disalahkan atas keadaan dan
peristiwa yang atasnya mereka sama sekali tidak punya kendali.
Tetapi meski Musa tidak punya kendali atas kondisi ini, Tuhan
punya. Dia menggunakan jalan buntu untuk menyediakan bagi umat itu bukti nyata
akan kuasa-Nya dan kebutuhan mereka untuk bergantung kepada-Nya. Allah
menyampaikan kepada Musa untuk membuang cabang dari pohon yang dipilih ke dalam
sungai. Segera air itu menjadi bening dan manis dan umat itu memuaskan rasa
dahaga mereka.
Yesus adalah cabang (Za. 3:8; 6:12) kebajikan yang menyembuhkan,
mempermanis semua hari kita yang pahit, memberi nilai kepada keberadaan kita.
Musa tidak memiliki suatu kekuatan yang bisa mengubah rasa air di Mara itu. Dia
baru menggunakan alat (dia sendiri symbol dari Tuhan kita) untuk membawa
kelepasan kepada umat-Nya.
Yesus tidak melemparkan dirinya sendiri tanpa berpikir ke dunia
kita; Dia dengan sukarela – dengan bebas, dengan senang hati, dan dengan
mengorbankan hidup-Nya. Inilah yang membedakan Dia sebagai cabang pembebas yang
lebih besar – cabang kita yang berlimpah, Musa kita yang lebih indah, lebih
pemurah Musa yang lebih baik.
Tuhan Yesus memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar