Iman Teguh
“Karena itu hiburkanlah seorang akan yang lain dengan
perkataan-perkataan ini” (1 Tesalonika 4: 18).
Tetapi, saya mendengar orang skeptik mengatakan, “berapa
lama Anda percaya semua ini? Para murid berharap, gereja mula-mula berharap,
gereja pada abad kegelapan berharap, para pionir berharap, orangtua Anda
berharap, dan Anda berharap. Anda berharap ketika Anda masih muda, Anda
berharap ketika Anda orangtua; sekarang Anda berharap untuk tahun-tahun depan –
berapa lama Anda bisa berharap?” Berapa lama? Tanggapan orang beriman adalah,
“Kami akan berharap sampai Dia datang, dan jika Dia tidak datang di generasi
kami, kami akan berharap sampai kami mati.”
“Tetapi,” mereka yang skeptis bertanya, “bagaimana Anda
dapat memberitakan apa yang Anda tidak bisa buktikan? Anda tidak bisa
memberikan demonstrasi yang tidak terbantahkan dari keyakinan Anda.”
“Anda benar,” kata orang percaya. “Kami tidak bisa
membuktikannya, tapi kami bisa menguatkannya.” Kita dapat melihatnya melalui
alam, dalam penggenapan nubuatan, dan lebih penting lagi, dalam menyucikan
pikiran kami. Kami tidak bisa membuktikannya, tapi kami telah memutuskan bahwa
kami “lebih baik mati dalam harapan tidak berujung daripada hidup tanpa
harapan.”
“Tetapi,” yang skeptis itu melanjutkan, “ini adalah abad
dua puluh satu. Tidak bisakah Anda lihat bahwa itu semua adalah tipuan,
penampakan, mimpi?” “Percaya bahwa jika Anda mau,” merespons dengan iman, “tapi
mimpi itu telah memberi kami pengertian sementara kami hidup dan berharap
melebihi kematian. Hal ini telah memberikan kami pandangan yang pasti. Hal ini
telah membuka rahasia nubuatan dan memungkinkan kami untuk melihat lebih banyak
di atas lutut kami daripada filsuf dalam ketimpangan mereka – jika kami
bermimpi biarlah kami melanjutkannya!”
Ini adalah pendirian kita, pernyataan iman kita. Karena
pengharapan kita untuk salib Yesus Kristus dan untuk semua pemberian kehidupan
dan pelajaran dan hidup disediakan dalam firman kudus-Nya, kita dapat membuat
pendekatan bahkan jika kubur terbuka, kita akan mengetahui bahwa kita tidak
sendirian dalam perjalanan kita melalui “lembah kekelaman.” Dia bersama kita.
Dia juga minum dari cangkir kematian-Nya sendiri – kita, bagaimanapun,
mengetahui bahwa di balik gunung yang puncaknya menggelapkan lembah, ketika
semua manusia harus melaluinya, ada rumah surgawi yang dibuat oleh pengorbanan
Yesus. Kita sangat mengetahui bahwa semua kasus diputuskan di pengadilan, Hakim
ada di pihak kita dan bahwa di balik kehidupan yang penuh kerja keras dan air
mata ini tersedia – “Sesuatu yang baik” – sebuah negeri yang tidak dapat
dirusak, tidak terkekang, sukacita untuk selama-lamanya.
Immanuel.