Saksi Yang Berbelaskasihan
“Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia
masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas
kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia”
(Lukas 15:20).
Ketika Yesus lahir, pandangan keliru mengenai Bapa sebagai
makhluk yang kaku atau bersifat lunak yang dikemukakan oleh Iblis selama 4.000
tahun. Tetapi itu adalah pandangan mendominasi sebelumnya. Mengingat keadaan
manusia yang malang pada saat kelahiran-Nya, fakta bahwa penyakit dan penderitaan,
sebagian besar biasanya diakibatkan oleh pemborosan dan penyembahan berhala,
begitu meresap, tidak heran jika Sang Pencipta terlihat seolah-olah kurang
berbelaskasihan.
Selama 4.000 tahun korban-korban telah mendengungkan
kedatangan Mesias dan janji itu belum digenapi. Sungai darah mengalir, hutan
kayu telah ditebang habis, pegunungan mezbah baru telah didirikan, dan generasi
demi generasi telah berlalu dalam pengharapan pembebasan yang tidak pernah
datang. Tetapi kemudian, ketika pada waktu yang tepat. Dia datang – Dia, Firman
Bapa, ekspresi nyata bagi manusia, memberi bukti yang lengkap tentang
karakter-nya yang sejati.
Dia menyatakan dalam tindakan belas kasihan-Nya,
kata-kata-Nya yang memberi kenyamanan, hidup pengorbanan-Nya, bahwa Dia, manusia,
guru yang dapat dilihat dari Galilea, anak Maria dan Yusuf, sahabat
manusia dan penyembuh hati, adalah saksi Allah yang sejati. Dia berulang
kali mengingatkan manusia bahwa Dia dan Bapa adalah satu. Dia menggambarkan
kebenaran ini dengan banyak perumpamaan. Salah satu berbicara mengenai pemilik
yang pergi yang, setelah mengirim beberapa hamba untuk menanyakan miliknya,
akhirnya mengirim putranya, yang dibunuh oleh hamba yang jahat (Mat 21: 37-40).
Yang lainnya menampilkan anak-anak yang hilang yang bapanya, ketika dia
kembali, “berbelaskasihan” dan menyambut kepulangannya; masih ada yang lain,
orang Samaria baik hati yang memiliki belas kasihan kepada orang asing
yang terluka (Luk. 10:33).
Dia juga menyoroti kisah Bapa melalui contoh doa yang Dia ajarkan
kepada mereka, dan kita, untuk menyebut Dia sebagai Bapa yang baik yang penuh
kasih. Ekspresi yang paling mengesankan, bagaimanapun, adalah kematian – bukan
hanya ditinggalkan oleh pengikut-Nya di bumi, tetapi juga diasingkan dari
Bapa-Nya.
Dia, saksi kita yang telah bangkit, masih sama – “’Tak
berkesudahan kasih setia TUHAN” (Rat. 3:22). Dia tidak lagi bersama kita secara
fisik, tetapi melalui malaikat-Nya dan Roh Kudus ia berbicara melalui hati
kita, menyatakan bahwa “tidak ada dukacita di dunia yang surga tidak dapat
sembuhkan,” mengingatkan bahwa di atas “kesuraman yang tidak dapat dipahami
“ duduk “pengamat Ilahi” mengarahkan dengan cara terbaik untuk
menuntun anak-anak-Nya mengingatkan mereka “bahwa Allah turut bekerja dalam segala
sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia” (Rm.
8:28). (BS)
Tuhan Yesus memberkati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar