HARUSKAN AKU
PINDAH GEREJA?
Louise
Angelita Kemur, Jakarta - Beberapa tahun yang lalu aku mengalami pergumulan tentang
di gereja mana seharusnya aku bertumbuh dan melayani.
Aku
memiliki tiga orang sahabat dekat sejak SMP. Bersama mereka kami membahas
banyak hal, termasuk hal-hal rohani dan juga saling menguatkan di dalam doa.
Persahabatan kami pun turut membentuk diriku dan juga memampukanku untuk
memahami arti lahir baru.
Aku
pernah beberapa kali diajak untuk beribadah di gereja mereka dan aku pun
tertarik dengan cara pelayanan anak muda di sana. Akan tetapi, aku sendiri
sudah memiliki gereja yang rutin aku datangi setiap hari Minggu bersama
keluarga. Gerejaku dengan gereja sahabatku juga berbeda denominasi sehingga
masing-masing memiliki caranya sendiri untuk menerima orang baru dalam
pelayanan. Padahal waktu itu aku ingin sekali dipakai Tuhan lewat melayani di
gereja. Akibatnya, aku pun sempat berpikir untuk pindah gereja saja.
Sebetulnya,
selain karena ajakan teman-temanku, ada beberapa alasan lain yang membuatku
merasa ingin berpindah gereja saja. Pertama, aku merasa gereja yang kutempati
sekarang itu bukan gereja pilihanku, tetapi pilihan orangtuaku. Banyak
teman-temanku yang memutuskan untuk memilih sendiri gereja tempat mereka
bertumbuh, terlepas dari orang tua mereka.
Alasan
kedua adalah jarak antara rumahku dengan gerejaku itu cukup jauh, sedangkan
jika ke gereja sahabatku jaraknya lebih dekat. Selain itu, karena sistem
perekrutan tim pelayanan yang belum baik maka jarang sekali anak muda yang
terlibat pelayanan di gerejaku, padahal aku sangat ingin terlibat pelayanan dan
melihat anak muda dipakai melayani-Nya.
Akhirnya
aku pun mencoba untuk pergi beribadah di gereja sahabatku itu. Tapi seringkali
ada saja halangan yang menghambatku. Seringkali waktu ibadahnya tidak sesuai,
tidak ada kendaraan yang mengantar, dan orangtuaku selalu memintaku untuk tetap
pergi beribadah bersama.
Sebuah
jawaban yang menegurku
Aku
berada dalam sebuah dilema. Di satu sisi aku merasa lebih bertumbuh di gereja
sahabatku itu, tapi di sisi yang lain aku juga harus tetap beribadah bersama
keluargaku. Gereja sahabatku itu membuatku tertarik karena ada banyak anak muda
di sana, lalu topik-topik yang dibahas di sana juga lebih sesuai dengan usiaku
sehingga aku mudah mengerti dan mempraktikkannya.
Akhirnya
aku mencoba menceritakan pergumulan ini kepada seorang kakak rohani di gereja
sahabatku itu. Dan jawaban yang dia berikan itu seolah menegurku dan masih
kuingat sampai sekarang. “Mungkin kamu di sini untuk mendapatkan berkat supaya
bisa kembali menjadi berkat di sana,” ucapnya kepadaku.
Entah
mengapa jawaban itu terngiang-ngiang dan sejak saat itu aku terus berdoa kepada
Tuhan. Aku menyampaikan kerinduanku untuk bisa dipakai melayani-Nya dan
bertanya di mana Tuhan mau menempatkanku.
Sambil
terus berdoa aku pun belajar untuk memandang gerejaku dengan cara pandang yang
baru. Aku tahu kalau tidak banyak anak muda yang terlibat pelayanan di
gerejaku, oleh karena itu aku memiliki kerinduan untuk melibatkan diri dalam
pelayanan. Hingga suatu saat, temanku mengajak untuk bergabung dengan
persekutuan pemuda. Di situlah Tuhan mulai mengenalkanku kepada dunia
pelayanan. Bahkan sekarang aku mendapatkan kemurahan Tuhan untuk menjadi ketua
persekutuan pemuda di gerejaku. Selain itu aku pun melayani-Nya lewat
pelayananku sebagai pemain musik, penerima tamu, dan juga pemimpin pujian.
Pertumbuhan
itu membutuhkan waktu
Sekarang,
aku dapat melayani, bersekutu, dan bertumbuh di gerejaku. Aku juga menemukan
rekan-rekan sesama pemuda yang kini menjadi sahabatku. Aku menyadari kalau
semua proses dan waktu menunggu itu tidak mudah, tapi akhirnya berbuah. Bahkan,
semua alasan-alasanku dulu untuk pindah, sekarang telah menjadi alasanku untuk
mengucap syukur.
Aku
sangat menikmati persekutuan di gerejaku sekarang sehingga jarak rumah yang
jauh bukan menjadi alasanku untuk menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan
ibadah. Salah satu hal berharga yang kusadari dari persekutuan di gerejaku
adalah aku dapat bertemu dengan teman-teman dan sahabat yang memiliki beban
hidup serupa denganku. Kami dapat saling berbagi cerita, saling menguatkan, dan
pertemanan ini tidak putus meskipun ada salah satu teman kami yang pergi kuliah
ke luar kota ataupun ke luar negeri.
Aku
juga bersyukur karena masih bisa pergi beribadah bersama keluargaku. Ketika aku
mendengar banyak cerita dari teman-teman tentang kerinduan mereka untuk bisa
beribadah bersama keluarga juga, di situlah aku bersyukur.
Ketika
teman-temanku ada yang meninggalkan pelayanan karena kesulitan membagi waktu
dengan kuliah, aku bersyukur karena masih bisa melayani di sela-sela kesibukan
kuliahku sekarang. Bahkan bisa dikatakan juga kalau pelayanan di gereja ini
juga yang menyeimbangkan kehidupanku. Persekutuan di gereja juga membantuku
bertumbuh untuk lebih mengenal Yesus dan melatih diriku supaya menjadi lebih
baik.
Tuhan
yang kita sembah jauh lebih besar dari berbagai perbedaan
Aku
belajar bahwa di gereja manapun kita beribadah, perbedaan-perbedaan yang ada
itu tidak lebih besar dibandingkan Tuhan yang kita sembah. Mungkin tata cara
ibadah, maupun sistem dalam gereja itu berbeda, tapi Tuhan Yesus tetaplah sama.
Aku
juga bersyukur karena lewat gereja sahabatku dulu aku bisa mengenal Tuhan lebih
lagi dan itu jugalah yang mengubah cara pandangku tentang menyikapi perbedaan
latar belakang gereja-gereja. Perbedaan-perbedaan yang pernah kualami pada
akhirnya mampu membantuku untuk melayani di gerejaku yang sekarang.
Memang,
tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan gereja. Tantangan-tantangan untuk
menjadi tawar itu sangat banyak. Terkadang ada kalanya aku merasa kecewa dengan
keadaan-keadaan gereja yang sedang buruk atau jika aku mendengar gosip-gosip
yang tidak baik.
“Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah
hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau,
ke manapun engkau pergi” (Yosua 1:9 TB)
Ayat
inilah yang terus menguatkan dan mengingatkanku untuk tetap melayani Tuhan
dalam segala keadaan.
Gereja
bukan sekadar tempat untuk menerima
Mungkin
beberapa orang ada yang lebih memilih untuk berpindah gereja karena mencari
suasana dan materi ibadah yang sesuai. Tetapi, aku belajar bahwa gereja bukan
tempat untuk menerima tetapi untuk memberi. Tuhan Yesus telah mengasihi kita
terlebih dahulu ketika Dia memberikan diri-Nya sebagai tebusan atas dosa-dosa
kita.
Alkitab
mengatakan, “Dengan jalan inilah kita mengetahui
cara mengasihi sesama: Kristus sudah menyerahkan hidup-Nya untuk kita. Sebab
itu, kita juga harus menyerahkan hidup kita untuk saudara-saudara kita!” (1
Yohanes 3:16 BIS)
Ketika
kita beribadah di gereja, itu bukan semata-mata kita hadir untuk menerima
berkat. Tapi, kehadiran kita di gereja adalah sebagai ungkapan syukur kita
kepada Yesus atas pengorbanan-Nya. Dan ungkapan syukur itu kita lakukan lewat
melayani saudara-saudara kita di gereja.
Supaya
kita bisa berakar, bertumbuh, dan berbuah, kita perlu sebuah fondasi yang kita
dapatkan lewat bergereja. Walaupun gereja menjadi tempat untuk bertumbuh,
tetapi untuk mengerjakan keselamatan adalah tetap tugas masing-masing pribadi.
Aku
bersyukur karena Tuhan menempatkanku di gereja ini. Setiap kegiatan, materi,
kejadian ataupun orang yang aku kenal di gereja ini membentuk diriku menjadi
lebih dewasa secara rohani dan secara pribadi. Tuhan tidak pernah meninggalkan
aku ketika aku bimbang dan Ia tidak tinggal diam sekarang. Sebab rancangan
Tuhan itu indah pada waktunya dan tidak pernah gagal. (sumber : http://www.warungsatekamu.org/2017/03/haruskah-aku-pindah-gereja/?from=related)
---
“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan
tidak ada rencana-Mu yang gagal.” (Ayub 42:2 TB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar