Rabu, 01 Januari 2020

Artikel : HARUSKAN AKU PINDAH GEREJA?


HARUSKAN AKU PINDAH GEREJA? 

Louise Angelita Kemur, Jakarta - Beberapa tahun yang lalu aku mengalami pergumulan tentang di gereja mana seharusnya aku bertumbuh dan melayani.

Aku memiliki tiga orang sahabat dekat sejak SMP. Bersama mereka kami membahas banyak hal, termasuk hal-hal rohani dan juga saling menguatkan di dalam doa. Persahabatan kami pun turut membentuk diriku dan juga memampukanku untuk memahami arti lahir baru.

Aku pernah beberapa kali diajak untuk beribadah di gereja mereka dan aku pun tertarik dengan cara pelayanan anak muda di sana. Akan tetapi, aku sendiri sudah memiliki gereja yang rutin aku datangi setiap hari Minggu bersama keluarga. Gerejaku dengan gereja sahabatku juga berbeda denominasi sehingga masing-masing memiliki caranya sendiri untuk menerima orang baru dalam pelayanan. Padahal waktu itu aku ingin sekali dipakai Tuhan lewat melayani di gereja. Akibatnya, aku pun sempat berpikir untuk pindah gereja saja.

Sebetulnya, selain karena ajakan teman-temanku, ada beberapa alasan lain yang membuatku merasa ingin berpindah gereja saja. Pertama, aku merasa gereja yang kutempati sekarang itu bukan gereja pilihanku, tetapi pilihan orangtuaku. Banyak teman-temanku yang memutuskan untuk memilih sendiri gereja tempat mereka bertumbuh, terlepas dari orang tua mereka.

Alasan kedua adalah jarak antara rumahku dengan gerejaku itu cukup jauh, sedangkan jika ke gereja sahabatku jaraknya lebih dekat. Selain itu, karena sistem perekrutan tim pelayanan yang belum baik maka jarang sekali anak muda yang terlibat pelayanan di gerejaku, padahal aku sangat ingin terlibat pelayanan dan melihat anak muda dipakai melayani-Nya.

Akhirnya aku pun mencoba untuk pergi beribadah di gereja sahabatku itu. Tapi seringkali ada saja halangan yang menghambatku. Seringkali waktu ibadahnya tidak sesuai, tidak ada kendaraan yang mengantar, dan orangtuaku selalu memintaku untuk tetap pergi beribadah bersama.

Sebuah jawaban yang menegurku

Aku berada dalam sebuah dilema. Di satu sisi aku merasa lebih bertumbuh di gereja sahabatku itu, tapi di sisi yang lain aku juga harus tetap beribadah bersama keluargaku. Gereja sahabatku itu membuatku tertarik karena ada banyak anak muda di sana, lalu topik-topik yang dibahas di sana juga lebih sesuai dengan usiaku sehingga aku mudah mengerti dan mempraktikkannya.

Akhirnya aku mencoba menceritakan pergumulan ini kepada seorang kakak rohani di gereja sahabatku itu. Dan jawaban yang dia berikan itu seolah menegurku dan masih kuingat sampai sekarang. “Mungkin kamu di sini untuk mendapatkan berkat supaya bisa kembali menjadi berkat di sana,” ucapnya kepadaku.

Entah mengapa jawaban itu terngiang-ngiang dan sejak saat itu aku terus berdoa kepada Tuhan. Aku menyampaikan kerinduanku untuk bisa dipakai melayani-Nya dan bertanya di mana Tuhan mau menempatkanku.

Sambil terus berdoa aku pun belajar untuk memandang gerejaku dengan cara pandang yang baru. Aku tahu kalau tidak banyak anak muda yang terlibat pelayanan di gerejaku, oleh karena itu aku memiliki kerinduan untuk melibatkan diri dalam pelayanan. Hingga suatu saat, temanku mengajak untuk bergabung dengan persekutuan pemuda. Di situlah Tuhan mulai mengenalkanku kepada dunia pelayanan. Bahkan sekarang aku mendapatkan kemurahan Tuhan untuk menjadi ketua persekutuan pemuda di gerejaku. Selain itu aku pun melayani-Nya lewat pelayananku sebagai pemain musik, penerima tamu, dan juga pemimpin pujian.

Pertumbuhan itu membutuhkan waktu

Sekarang, aku dapat melayani, bersekutu, dan bertumbuh di gerejaku. Aku juga menemukan rekan-rekan sesama pemuda yang kini menjadi sahabatku. Aku menyadari kalau semua proses dan waktu menunggu itu tidak mudah, tapi akhirnya berbuah. Bahkan, semua alasan-alasanku dulu untuk pindah, sekarang telah menjadi alasanku untuk mengucap syukur.

Aku sangat menikmati persekutuan di gerejaku sekarang sehingga jarak rumah yang jauh bukan menjadi alasanku untuk menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah. Salah satu hal berharga yang kusadari dari persekutuan di gerejaku adalah aku dapat bertemu dengan teman-teman dan sahabat yang memiliki beban hidup serupa denganku. Kami dapat saling berbagi cerita, saling menguatkan, dan pertemanan ini tidak putus meskipun ada salah satu teman kami yang pergi kuliah ke luar kota ataupun ke luar negeri.

Aku juga bersyukur karena masih bisa pergi beribadah bersama keluargaku. Ketika aku mendengar banyak cerita dari teman-teman tentang kerinduan mereka untuk bisa beribadah bersama keluarga juga, di situlah aku bersyukur.

Ketika teman-temanku ada yang meninggalkan pelayanan karena kesulitan membagi waktu dengan kuliah, aku bersyukur karena masih bisa melayani di sela-sela kesibukan kuliahku sekarang. Bahkan bisa dikatakan juga kalau pelayanan di gereja ini juga yang menyeimbangkan kehidupanku. Persekutuan di gereja juga membantuku bertumbuh untuk lebih mengenal Yesus dan melatih diriku supaya menjadi lebih baik.

Tuhan yang kita sembah jauh lebih besar dari berbagai perbedaan

Aku belajar bahwa di gereja manapun kita beribadah, perbedaan-perbedaan yang ada itu tidak lebih besar dibandingkan Tuhan yang kita sembah. Mungkin tata cara ibadah, maupun sistem dalam gereja itu berbeda, tapi Tuhan Yesus tetaplah sama.

Aku juga bersyukur karena lewat gereja sahabatku dulu aku bisa mengenal Tuhan lebih lagi dan itu jugalah yang mengubah cara pandangku tentang menyikapi perbedaan latar belakang gereja-gereja. Perbedaan-perbedaan yang pernah kualami pada akhirnya mampu membantuku untuk melayani di gerejaku yang sekarang.

Memang, tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan gereja. Tantangan-tantangan untuk menjadi tawar itu sangat banyak. Terkadang ada kalanya aku merasa kecewa dengan keadaan-keadaan gereja yang sedang buruk atau jika aku mendengar gosip-gosip yang tidak baik.

“Bukankah telah Kuperintahkan kepadamu: kuatkan dan teguhkanlah hatimu? Janganlah kecut dan tawar hati, sebab TUHAN, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi” (Yosua 1:9 TB)

Ayat inilah yang terus menguatkan dan mengingatkanku untuk tetap melayani Tuhan dalam segala keadaan.

Gereja bukan sekadar tempat untuk menerima

Mungkin beberapa orang ada yang lebih memilih untuk berpindah gereja karena mencari suasana dan materi ibadah yang sesuai. Tetapi, aku belajar bahwa gereja bukan tempat untuk menerima tetapi untuk memberi. Tuhan Yesus telah mengasihi kita terlebih dahulu ketika Dia memberikan diri-Nya sebagai tebusan atas dosa-dosa kita.

Alkitab mengatakan, “Dengan jalan inilah kita mengetahui cara mengasihi sesama: Kristus sudah menyerahkan hidup-Nya untuk kita. Sebab itu, kita juga harus menyerahkan hidup kita untuk saudara-saudara kita!” (1 Yohanes 3:16 BIS)

Ketika kita beribadah di gereja, itu bukan semata-mata kita hadir untuk menerima berkat. Tapi, kehadiran kita di gereja adalah sebagai ungkapan syukur kita kepada Yesus atas pengorbanan-Nya. Dan ungkapan syukur itu kita lakukan lewat melayani saudara-saudara kita di gereja.

Supaya kita bisa berakar, bertumbuh, dan berbuah, kita perlu sebuah fondasi yang kita dapatkan lewat bergereja. Walaupun gereja menjadi tempat untuk bertumbuh, tetapi untuk mengerjakan keselamatan adalah tetap tugas masing-masing pribadi.

Aku bersyukur karena Tuhan menempatkanku di gereja ini. Setiap kegiatan, materi, kejadian ataupun orang yang aku kenal di gereja ini membentuk diriku menjadi lebih dewasa secara rohani dan secara pribadi. Tuhan tidak pernah meninggalkan aku ketika aku bimbang dan Ia tidak tinggal diam sekarang. Sebab rancangan Tuhan itu indah pada waktunya dan tidak pernah gagal. (sumber : http://www.warungsatekamu.org/2017/03/haruskah-aku-pindah-gereja/?from=related)

---

“Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal.” (Ayub 42:2 TB)

Tidak ada komentar:

8 NASIHAT UNTUK PARA SUAMI

 8 NASIHAT UNTUK PARA SUAMI “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya...