Jumat, 12 Desember 2014

KEKUATAN DOA DALAM PENYEMBUHAN

KEKUATAN DOA DALAM PENYEMBUHAN

Aku dan suamiku merasa letih pada hari Natal itu. Sebagai dosen, kami telah menyerahkan nilai-nilai semester sebelumnya pada musim gugur. Kami segera menyiapkan beberapa kopor dan mengajak anak-anak untuk mengadakan perjalanan ke rumah kakek dan nenek mereka di California. Suamiku, David, tergores jarinya ketika ia menutup kopor.



Jarinya tak berdarah dan ia pun tak menghiraukannya. Ketika kami akan berangkat, ayahku menelepon dan mengatakan bahwa ibunya atau nenekku baru saja meninggal dunia. Pemakamannya akan dilangsungkan segera sesudah hari Natal. Pada Malam Natal, David mengatakan bahwa dia merasa sakit di bawah lengannya. Tetapi ia berpikir bahwa sakit itu akan hilang dengan sendirinya. Selanjutnya, kami berkumpul dan membuka sumbangan simpati bersama-sama anak-anak kami dan orang-orang yang datang pada acara pemakaman. Tiba-tiba, David gemetar dan harus berbaring ketika hadiah terakhir dibuka. Dua hari berikutnya, David memburuk. Badannya terasa sakit, terutama lengannya. Ia hampir tidak bisa menahan rasa sakitnya dan akhirnya muntah-muntah. Aku menelepon dokter kami di Utah. Menurut dokter, David mungkin terserang influenza. Pada Selasa pagi, aku merasa bahwa David bisa ditinggalkan selama satu jam. Kami pergi ke gereja untuk pemakaman Nenek. Lagipula, aku ikut berbicara pada acara pemakaman itu. David bisa mengurus dirinya untuk beberapa saat.

Acara pemakaman itu bisa menjadi sarana reuni yang hangat dengan saudara-saudaraku. Aku adalah cucu perempuan yang paling tua sehingga aku berbicara mewakili semua cucu perempuan. Nenek meninggal dunia pada usia 94 tahun. Menurutku, ia memunyai hidup yang panjang dan produktif. Para wanita dari keluarga Waite adalah pribadi-pribadi yang kuat. Ketika aku duduk, seorang tetangga memberiku sebuah kertas berisi pesan singkat yang dikirim oleh gereja bahwa suamiku telah dibawa ke rumah sakit dengan ambulans.

Ketika aku tiba di rumah sakit, aku mendapatkan David di ambang kematian. Ia hampir tidak sadar. Tetapi ia cukup sadar untuk merasakan sakit yang hebat. Di tengah rasa sakit yang luar biasa, ia mengatakan kepadaku bahwa badannya mulai membeku beberapa saat setelah kami meninggalkannya. Ia merasakan ada suara yang memperingatkannya, "Anda memerlukan ambulans sekarang." Setelah mendengarkannya beberapa kali, ia merangkak ke telepon dan memutar 911.

Operator berusaha agar David tetap sadar dan berbicara. Tetapi David akhirnya meletakkan telepon. Ia merangkak ke pintu depan dan membuka kuncinya. Kemudian, ia berbaring di sofa. Paramedis menemukannya dalam keadaan hampir tidak sadar dengan denyut nadi yang tak dapat dideteksi. Akhirnya, mereka melarikannya ke rumah sakit.

Beberapa tes dilakukan, termasuk di dalamnya tes dengan sinar X dan USG. Para dokter bingung karena mereka tak dapat mendiagnosis masalahnya. Ketika selesai menjalankan pemeriksaan MRI, ia memperlihatkan suatu tanda berwarna hitam keunguan di salah satu sisi badannya. "Apakah ia mabuk di jalan kecil semalam? Apakah seseorang menendangnya?" mereka bertanya. Aku meyakinkan mereka bahwa itu bukan penyebabnya. Para dokter memanggilku setelah mereka berdiskusi selama beberapa menit lagi.

"Kami rasa, kami tahu penyebabnya. Ini mungkin "necrotizing fasciitis", atau lebih dikenal sebagai bakteri pemakan daging. Apakah Anda pernah mendengarnya?"

"Tidak," jawabku.

"Ini adalah bakteri yang mematikan. Kami akan mengoperasinya dan membedahnya dari pergelangan tangan ke paha. Ini untuk mendeteksi jaringan yang terinfeksi. Penyakit ini sangat jarang terjadi. Bakterinya mungkin masuk ke dalam tubuhnya lewat luka. Apakah ia pernah mengalami luka di jari atau lengannya akhir-akhir ini?"

"Jarinya luka terkena retsleting ketika ia menutup kopor, hanya itu."

"Ini bakteri biasa, tetapi badan kita seharusnya bisa melakukan perlawanan. Karena sesuatu hal, bakteri ini telah menyerang suamimu. Ia memunyai kesempatan hidup 5 -- 10% untuk melewatinya. Penyakitnya sangat parah. Ia akan tampak seperti digigit ikan hiu setelah kami selesai membedahnya."

Aku tahu bahwa persentase kesempatan hidup itu adalah cara lain untuk mengatakan bahwa suamiku mungkin akan meninggal. "Menurutku, kesempatan hidup 10% itu tetap berharga. Marilah kita mempertahankan hidupnya. Marilah kita menyelamatkannya," jawabku. Semua anak kami masuk ke dalam ruangan untuk mendoakan kesembuhan bagi ayah mereka. Di serambi rumah sakit, para perawat membawakan kursi dan jus buat kami agar kami tidak pingsan. Kami semua kaget karena David kelihatan dalam keadaan sehat. Ternyata, ia di ambang maut karena suatu penyakit yang sangat berbahaya. Saat itu, dia dalam keadaan setengah sadar. Sebelum dioperasi, aku membisikkan sesuatu kepadanya, "Pilihlah hidup, David. Pilihlah hidup."

Aku juga tahu bagaimana cara memperbesar kemungkinan. Aku mengumpulkan keluargaku di ruang tunggu kamar operasi. Kebetulan, ruang tunggu itu kosong. Kami segera berlutut dan berdoa bersama. Aku berkata, "Bapa kami yang di surga, dokter-dokter tidak tahu apa yang diderita David, tetapi Kau tahu. Mereka tak tahu bagaimana menyembuhkannya, tetapi Kau tahu. Berkatilah mereka sehingga mereka tahu bagaimana menyelamatkan tubuh David. Biarlah kehendak-Mu yang terjadi." Kalimat yang terakhir ini sulit diucapkan. Tetapi itu harus kuucapkan karena aku tidak boleh memerintah Tuhan.

Kemudian, aku masuk ke sebuah ruang kantor yang dikosongkan. Atas izin rumah sakit, aku melakukan telepon jarak jauh ke beberapa orang, yakni orang tua David, pendeta jemaat gereja kami, teman baikku Beth, dan kepala bagian bahasa Inggris universitas. Aku memohon agar mereka menelepon orang-orang yang kami kenal dan meminta orang-orang tersebut agar berdoa untuk David: "Dua jam setelah ini sangat menentukan hidup suamiku. Tolong doakan dia. Aku percaya akan mukjizat dan kuasa doa." Hari itu, ratusan teman kami sedang berdoa untuk David.

Para dokter ahli bedah muncul beberapa jam berikutnya dengan membawa berita baik. Ternyata, bakteri belum menyebar seperti yang mereka duga sebelumnya. Dan, David tetap hidup. Kami bersorak dan merasa seakan doa-doa kami telah terjawab. Tetapi David masih dalam keadaan sangat sakit dan tetap berada di ambang kematian. Saat itu, ada sebuah tim yang beranggotakan dua belas dokter. Mereka memunyai spesialisasi yang berlainan. Mereka memberitahu kami bahwa bakteri strep A sedang menggerogoti kulit David serta lapisan-lapisan jaringan dan otot.

Infeksinya menjalar dengan kecepatan satu inci per jam. Dokter-dokter melakukan operasi besar setiap hari. Mereka memotong jaringan yang mati atau yang terinfeksi. David ditempatkan di dalam ruang "hyperbaric" selama beberapa jam setiap hari. Ruang ini bertekanan dan memunyai daya gravitasi lebih berat daripada yang ada dalam sistem tubuh. Ruang ini diisi penuh dengan 100% zat asam. Tekanannya dinaikkan agar zat asam langsung masuk ke dalam sel-selnya. David bertahan hidup dua hari lagi.

Ternyata keadaannya tidak mengalami kemajuan. Ahli bedah utama berbicara kepadaku secara jujur. "Aku memunyai perasaan tak enak mengenai hal ini," katanya memperingatkan. "Menurutku, bakteri-bakteri itu telah menjalar ke leher dan jantungnya." Aku pulang dengan keyakinan bahwa kematian David akan segera tiba. Aku harus berpikir untuk merelakan kepergiannya. Sepanjang malam itu, aku mencoba berdoa untuk kehidupan David. Aku juga mencoba untuk keluar dari kegelapan yang menyelimutiku. Setelah itu, aku kembali ke rumah sakit. Aku siap untuk mengucapkan selamat jalan kepada David bila itu yang dikehendaki Tuhan. Tapi aku kaget ketika mendengar berita dari ahli bedah bahwa keadaan David berubah menjadi lebih baik. Badannya mulai bisa memerangi bakteri.

Siang itu, ahli bedah memberitahuku bahwa ia akan mendatangkan seseorang untuk mengamputasi lengan David. David telah kehilangan sebagian besar kulit dan ototnya. "Tetapi, David seorang pemain piano," aku memprotes. "Bila Anda ada di ruang bedah, mohon diingat bahwa David adalah seorang pemain piano." Di rumah, kami memutuskan untuk berdoa, terutama untuk lengannya. Terus terang, aku belum pernah berdoa untuk suatu bagian tubuh tertentu. Setiap hari selama seminggu, para ahli bedah datang dan mereka siap untuk mengamputasi lengannya. Namun, mereka memutuskan untuk membiarkannya karena lengan itu masih memunyai sejumlah jaringan yang sehat. Meskipun demikian, penyakit ini telah menggores urat saraf utama. Kalaupun tidak diamputasi, para dokter memprediksi bahwa lengan David akan lemah.

Beberapa hari kemudian, David dapat menggerakkan jari dan tangannya. "Nah, kelihatannya Anda dapat menggerakkannya, tetapi bermain piano masih diragukan. Anda pun harus melupakan untuk bermain tenis," ahli bedah mengatakan kepadanya. "Lagipula, andaikata Anda tiba di lapangan tenis, Anda akan bermain seperti orang yang sudah tua." David penuh semangat karena telah mendapatkan hidupnya kembali. Ia segera menantang ahli bedah itu untuk bermain tenis bila ia sudah sembuh.

David hidup. Tetapi setelah beberapa bulan kemudian, ia kehilangan hampir 50% dari kulit di bagian atas tubuhnya. Para dokter mengganti kulit itu dengan cangkokan kulit yang diambil dari pahanya sampai tertutup oleh kulit yang baru. Akhirnya, ia meninggalkan rumah sakit dan pulang dengan perayaan besar. Ketika kami tinggal berdua, aku dan David saling memandang dan memutuskan untuk mencoba bermain piano di rumah. Menurutku, bila ia dapat bermain beberapa nada, aku akan menganggap itu sebagai suatu keberhasilan. Dengan kekhawatiran, David meletakkan kedua tangannya di atas deretan tuts piano. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi. Apakah jari-jarinya dapat bekerja? Apakah keterampilannya hilang untuk selamanya? Aku menahan napas. David mulai bermain. Secara luar biasa, ia masih dapat memainkan piano dengan sangat indah. Ia menggubah sebuah karya musik saat itu.

Tetapi itu bukan akhir dari kemajuan David. Dari Natal itu sampai ke Natal berikutnya, David menjalani terapi fisik untuk mengembalikan kelenturan di dada, punggung, dan lengannya. Ketika Natal berikutnya hampir tiba, kami memutuskan untuk mengunjungi orang tuaku di masa liburan. Ini untuk membuktikan kepada mereka bahwa kami dapat berlibur tanpa seorang pun yang sakit atau masuk rumah sakit. Dengan semangat tinggi, David menelepon ahli bedahnya dan mengingatkannya tentang tantangan untuk bermain tennis. Si ahli bedah senang mendengarkan tantangannya. Pada malam Natal, David dan dokternya bertemu di sebuah lapangan tenis. Mereka bermain ganda melawan sepasang dokter lainnya. Ahli bedahnya bersorak setiap kali David memukul bola. Ia memanggil dokter-dokter lain ke jaring net untuk memperlihatkan bekas-bekas dan cangkokan kulit di sekujur tubuhnya. Pada akhir permainan, David dan ahli bedahnya menang 40-0.

Meskipun tahun itu merupakan tahun yang sangat sulit bagi kami, masa itu merupakan masa yang kudus. Keluarga kami mengalami tiga mukjizat melalui cinta dan doa-doa ratusan orang di sekeliling kami. David hidup, ia tetap memunyai kedua lengannya, serta ia dapat bermain tenis dan memainkan sonata-sonata Beethoven.

Aku mendapati bahwa sebagian besar doa permohonanku telah berubah menjadi doa ucapan syukur.

YESUS KRISTUS Mengasihi Anda..

(Sumber: Buku 'The Magic of Christmas Miracles' - Jamie C. Miller, Laura Lewis, dan Jennifer Basye Sander / Penerbit PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta 2002)

* * * * *
Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. (Filipi 4:6)

PEMELIHARAAN TUHAN

PEMELIHARAAN TUHAN

Saat itu adalah hari natal - anak ketiga baru lahir dan  saya akan merayakan hari natal;  tanpa ayah mereka,  yang meninggal  beberapa bulan sebelumnya. Sekarang 2 kakaknya sakit parah karena flu, dimana yang tertua harus istirahat di tempat tidur selama satu minggu.



Hari sangat dingin, cuaca di luar kelabu, dan hujan gerimis turun. Saya sangat letih karena sibuk merawat anak-anak: memeriksa panas tubuh, memberikan mereka jus dan mengganti pempers. Sementara itu susu untuk mereka juga mulai habis. Ketika saya memeriksa dompet, hanya tersisa $25 dan hanya itu uang yg miliki sampai akhir bulan nanti.

Saat sedang kebingungan, telpon berbunyi.

Telpon itu dari bendahara gereja. Dia berkata bahwa mereka sangat prihatin dengan musibah yang saya hadapi dan ada bantuan dari gereja untuk saya. Saya berkata bahwa saya akan pergi membeli susu dan sayur untuk anak-anak, dan akan mampir ke gereja dalam perjalanan ke supermarket.

Saya sampai di gereja sebelum makan siang. Ibu bendahara telah menunggu saya di pintu gereja dan mengulurkan sebuah amplop. "Kami selalu memikirkan ibu dan anak-anak," dia meneruskan, "Ibu selalu ada dalam hati dan doa kami. Kami mengasihi ibu." Saat saya membuka amplop, di dalamnya ada dua voucer belanja dari gereja, masing-masing senilai $100. Saya sangat terharu, dan mulai menangis tersedu-sedu.

"Terima kasih banyak," saya berkata sambil memeluk ibu bendahara "Tolong sampaikan terima kasih kami kepada semua jemaat." Saya segera memacu mobil ke toko dekat rumah dan membeli semua kebutuhan untuk merawat anak-anak.

Di kasir, barang-barang dihitung seharga $140 dan saya memberikan voucer belanja dari gereja kepada wanita yang bertugas. Setelah menerima voucer itu, dia membalikkan badannya cukup lama. Saya berpikir mungkin ada yang salah dengan voucer itu.

Saya bersaksi tentang kasih Tuhan "Voucer belanja dari gereja ini benar-benar merupakan sebuah anugerah”.

Wanita kasir menjawab “Saya juga pernah menerimanya dari gereja, ketika saya menjadi orang tua tunggal dan harus memenuhi semua kebutuhan keluarga seorang diri."

Wanita petugas di kasir itu berbalik, dan terlihat air mata mengalir di matanya, Dia bertanya lagi, "Apakah kamu punya makanan atau kue-kue untuk merayakan natal? "

Saya menjawab, "Tidak bu."

"Sekarang saya akan menceritakan sesuatu. Pagi ini saya berdoa supaya hari ini saya bisa menolong seseorang, dan sekarang kamu berdiri di depan saya." Dia mengambil dompetnya dan mengambil uang senilai $200. "Ambillah dan belilah ayam, kue-kue, permen dan minuman ringan untuk anak-anak."

Wanita penjaga kasir yang baik itu kemudian berkata, "Saya orang Kristen. Ini nomer telpon saya yang bisa dihubungi jika kamu membutuhkan bantuan apa pun." Dia mencium pipi saya dan berkata, "Tuhan memberkatimu, sayang."

Ketika berjalan ke mobil, saya sangat bersyukur karena kasih orang asing itu. Saya menyadari bahwa itu semua adalah cinta Tuhan kepada keluarga saya, yang dinyatakan melalui wanita penjaga kasir dan ibu bendahara gereja..

Walaupun masih menderita flu, anak-anak merayakan natal penuh sukacita. Keadaan mereka semakin membaik, dan kami semua menikmati semua makanan yang merupakan hadiah yang diberikan oleh Tuhan - dan kasih dari orang-orang di sekitar kami. Hati kami benar-benar penuh dengan ucapan syukur. (menatarohani.blogspot.jp)

* * * * *
Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! (Ratapan 3:22,23)

Senin, 08 Desember 2014

PUNYA IMAN PADA TUHAN, BUAT HIDUP LEBIH HIDUP

PUNYA IMAN PADA TUHAN, BUAT HIDUP LEBIH HIDUP

Penelitian yang dilakukan pada pasien transplantasi liver ditemukan bahwa mereka yang aktif ‘mencari Tuhan’ mengalami tingkat keberhasilan yang lebih besar daripada mereka yang tidak memegang suatu agama, tergantung dari agama apa yang mereka pegang. 

 

Penelitian ini menemukan bahwa beberapa pasien tiga kali lebih besar kesempatan untuk bisa bertahan hidup bila mempunyai kepercayaan dalam dirinya, meskipun mungkin dia tidak datang ke gereja. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Liver Transplantation tersebut, agama dan iman diyakini dapat mempengaruhi kemajuan kesehatan orang tersebut. 

Dr. Franco Bonaguidi, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan bahwa ‘dengan iman yang ada’ dapat menemukan ‘pertolongan Tuhan’ dan dapat menyelamatkan mereka setelah operasi transplantasi. Dia juga menambahkan bahwa hubungan pribadi pasien dengan Tuhan, bukan hanya formalitas, tapi yang sungguh-sungguh, dapat mempengaruhi keselamatan mereka. 

Dalam penelitian tersebut, dipilih 179 pasien yang sudah menerima transplantasi liver antara Januari 2004 dan Desember 2007. Kelompok tersebut, yang mayoritasnya merupakan pria pertengahan baya, juga diharuskan menjawab pertanyaan keagamaan yang dimonitor selama empat tahun ke depan. 

Selama hampir dua tahun, pasien yang religius ditemukan tiga kali bisa bertahan hidup daripada mereka yang tidak mempunyai iman. Setelah tiga tahun, sekitar tujuh persen pasien yang aktif ‘mencari Tuhan’ meninggal, seperlima dari orang yang tidak percaya Tuhan yang meninggal. 

Salah seorang partisipan, yang tidak mau diketahui, mengatakan kepada peneliti bahwa mereka ‘memulihkan’ hidup mereka melalui Tuhan, yang membuat mereka kuat dan tenang. Penelitian ini juga menunjuk kepada penelitian sebelumnya, dimana menunjukkan orang dengan HIV sama seperti pasien hati, jantung dapat bertahan hidup lebih baik karena kepercayaan mereka kepada Tuhan. (Source : telegraph/lh3) 

* * * * * 

Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita. (Roma 5:3-5)

MEMAHAMI MAKNA NATAL UNTUK IMAN KITA

MEMAHAMI MAKNA NATAL UNTUK IMAN KITA

Natal secara harfiah berarti hari kelahiran. Jadi, secara makna kata, mengucapkan selamat hari Natal merupakan ungkapan yang berlebihan karena di dalam kata Natal sudah terkandung arti hari. Perkataan Natal sendiri bisa digunakan oleh siapa saja. Namun, di negara kita, Natal rupanya sudah identik dengan hari kelahiran Kristus. 

 

Dalam bahasa Inggris, Natal disebut dengan "Christmas". Christmas berasal dari kata Christ(Kristus) dan Mass (massa atau kerumunan orang) karena pada Christmas, banyak orang berkumpul mengingat/merayakan hari kelahiran Kristus. 

Kelahiran Kristus di dunia mempunyai suatu titik awal yang paling penting dalam misi Kristus. Dilahirkan bukan dari percampuran laki-laki dan perempuan, melainkan dari campur tangan Allah, yakni diperanakkan oleh kuasa Roh Allah (Matius 1:18,20). Maria, seorang gadis saleh, mendapat kehormatan sebagai perantara kedatangan Sang Mesias (Lukas 1:26-33). Adapun Kristus datang untuk memperbaiki hubungan manusia dengan Allah yang semakin buruk oleh karena kesesatan manusia. 

Sebenarnya, Natal merupakan suatu pemberian Allah yang paling besar bagi umat manusia. Natal merupakan wujud kasih Allah kepada manusia (Yohanes 3:16). Natal merupakan motivasi Allah untuk membantu umat manusia. 

Semenjak jatuhnya Adam dan Hawa yang dipikat Iblis dalam nafsu keinginan, Allah selalu peduli pada makhluk ciptaan yang dikasihi-Nya. Karena dari semua ciptaan Allah, hanya manusialah yang dijadikan menurut rupa Allah (Kejadian 1:26,27). 

Dan, hanya manusia, makhluk hidup yang dilengkapi dengan napas Allah atau Roh Allah. Tidak ada makhluk lain yang begitu sempurna seperti manusia. Binatang, tumbuhan (makhluk di atas bumi) hanya terdiri atas badan kasar. Malaikat (makhluk surga) hanya terdiri atas badan halus (roh). Namun, manusia terdiri atas badan kasar dan badan halus. 

Manusia juga diberi kuasa atas dunia ini. Segala makhluk di bumi diberi nama oleh manusia. Dan, manusia diminta untuk memenuhi bumi ini dengan keturunannya supaya ada komunitas yang kudus yang menyembah Allah dengan benar (Kejadian 1:26,27). 

Jatuhnya manusia dalam pencobaan Iblis merusak segalanya. Kehidupan yang serba diberkati, bumi yang subur dan binatang yang jinak menjadi rusak total. Allah pun marah dan mengutuk manusia dan tempat kehidupannya. Binatang yang semula jinak menjadi liar dan saling bunuh untuk makan. Binatang pun menjadi tidak hormat pada manusia (Kejadian 3:14-15). 

Apakah Allah senang dengan semua ini? Tidak, Allah berduka dan menyesali kerusakan ini. Untuk itu, Allah mengirim nabi-nabi untuk berbicara kepada manusia (Ibrani 1:1-4) karena Allah tidak dapat berbicara langsung kepada manusia. Sebab, Allah terlalu kudus bagi manusia yang sudah berdosa sehingga manusia tidak akan dapat berhubungan langsung dengan Allah. Manusia bisa binasa di hadapan hadirat Allah. 

Allah bahkan sempat memusnahkan suatu keturunan yang buruk dengan banjir besar pada masa Nabi Nuh. Namun, sebenarnya, pemusnahan itu mendukakan hati-Nya. Dan, Allah berjanji tidak akan ada lagi banjir di dunia seperti pada masa Nabi Nuh (Kejadian 7:10,12,23; 8:21,22; 9:11). 

Nabi demi nabi diutus Allah untuk berbicara kepada manusia agar manusia dapat kembali membina hubungan yang baik dengan Allah. Namun, semua gagal. Akhirnya, Allah mengutus anak-Nya. Perkataan anak sering disalahtafsirkan oleh banyak orang. Disangkanya, Allah mempunyai istri dan beranak cucu. Padahal, perkataan anak merupakan suatu istilah. Allah yang menciptakan dunia merupakan yang awal dan disebut Bapa. Sedangkan Kristus adalah Allah yang menjelma. Dari Logos (perkataan Allah) yang juga Allah, berubah menjadi manusia dan dilahirkan melalui manusia sehingga terciptalah istilah anak (Yohanes 1:1-14). 

Allah turun tangan sendiri karena memang tidak ada nabi yang berhasil. Peperangan melawan Iblis hanya dapat dilakukan secara sukses oleh Allah. Lucifer (Iblis) sebelumnya merupakan malaikat yang memiliki kedudukan tertinggi sehingga makhluk lain tidak ada yang sanggup mengalahkannya (Yesaya 14:12-15; 2 Tesalonika 2:3-4, 7-8). 

Kedatangan Kristus ke dunia bukan tanpa hambatan. Iblis tahu kedatangan-Nya merupakan suatu awal dari kekalahannya. Itulah sebabnya, melalui Herodes, Iblis berusaha membunuh Kristus. Maka, keluarlah perintah dari Herodes untuk membunuh semua bayi di Betlehem yang berusia kurang dari dua tahun (Matius 2:16-18). 

Namun, Allah tidak dapat dikalahkan Iblis. Sebelum Iblis bertindak, Allah telah memperingatkan Yusuf untuk pergi mengungsi ke Mesir. Di sanalah, mereka tinggal hingga Herodes mati (Matius 2:13-15). 

Setelah melalui segala rintangan dan pencobaan, Kristus akhirnya berhasil menunaikan tugas-Nya, yakni mendamaikan manusia dengan Allah (Roma 3:25; 5:11; 1 Yohanes 2:2) dengan memberikan diri-Nya sebagai kurban hidup di kayu salib sehingga Ia dapat berkata, "Sudah Selesai" (Yohanes 19:30). 

Hal penting tentang Natal: 
1. Natal merupakan awal dari misi Kristus. 
2. Natal merupakan motivasi Allah untuk memperbaiki hubungan-Nya dengan manusia. 
3. Natal merupakan awal dari kekalahan Iblis. 
4. Natal merupakan hadiah terbesar, termahal, dan termulia bagi umat manusia. 

Sumber asli:/Nama situs: Hidup Itu Anugerah/Alamat URL: http://sumber-hidupituanugerah.blogspot.com/2011/12/memahami-makna-natal-untuk-iman-kita.html/Penulis: Deny S. Pamudji 
Diambil dari:/Nama situs: Natal/Alamat URL:http://natal.sabda.org/memahami_makna_natal_untuk_iman_kita/Tanggal akses: 8 Oktober 2013 
i-kan-binaanak 

* * * * * 

Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. (Yesaya 9:5) 

POHON NATAL TERINDAH

POHON NATAL TERINDAH

Pohon Natal itu tidak indah sebetulnya. Hanya sebuah cemara kecil yang batangnya pun tidak tegak lurus berdiri.Tetapi karena diberikan oleh hati yang indah, ia menjadi pohon Natal terindah untukku. 

* * * * * 

DELAPAN tahun yang lalu, aku bekerja di daerah Kalimantan Timur. Tempat kerjaku tidak begitu ramai, sebagian besar pekerjanya adalah pria, dan yang merayakan Natal sangat sedikit jumlahnya. Itupun hampir semuanya mengambil cuti di hari Natal. Karena belum setahun bekerja, aku tidak bisa mengambil cuti tetapi aku ingin sekali merayakan Natal dan menghadirkan suasana Natal di mess. 

 

Mess-ku tidak terlalu besar, ditempati oleh 4 staf perempuan tetapi salah satunya sedang bertugas di Kalimantan Tengah. Jadi kami hanya bertiga dan hanya aku yang Kristen. 

Walaupun berbeda agama, kami semua belajar untuk saling menghargai dan saling mengingatkan untuk menjalankan ibadahnya masing-masing. Berada di tempat yang jauh dan sepi membuat ikatan persaudaraan kami begitu terasa. Bukan cuma aku dan rekan-rekan se-mess, tetapi juga dengan rekan-rekan kerjaku yang lain. Karena lingkup kerja dan lingkup tempat kami tinggal adalah tempat yang sama, maka kesenangan dan kesusahan satu orang bisa menjadi kesenangan dan kesusahan bersama. 

I’ll not be home for Christmas 

Teman satu mess-ku adalah Yanti, seorang dokter hewan dan satu lagi namanya Aida, yang mahir dengan urusan database dan piranti lunak komputer. 

Menjelang Desember, mereka sudah tahu bahwa aku begitu ingin merayakan Natal dan menghadirkan suasana Natal. Tetapi keluargaku jauh, jadi aku tidak mungkin pulang untuk Natal. Gereja pun letaknya sangat jauh dan kendaraan umum hanya sampai jam delapan malam, tidak ada taksi, jadi aku tidak mungkin mengikuti kebaktian malam Natal. 

Yanti dan Aida bukan beragama Kristen, tetapi mereka mengerti akan kerinduanku. Aku tidak akan melupakan kebaikan hati mereka mengijinkanku memajang hiasan Natal dan kartu-kartu di depan kamar mereka dan di seluruh tempat di mess kami. Aida yang tidak menyukai musik-musik klasik dan western juga rela setiap pagi mendengar alunan lagu Natal dari Charlote Church, Mariah Carey dan Celine Dion. Yanti juga menghadiahkanku sebuah lilin kecil berwarna putih dengan pita putih dalam gelas bening. Senangnya. 

Tetapi masih ada yang kurang. Aku belum punya pohon Natal dan di minggu-minggu itu kami sedang sibuk bertugas untuk mengatasi kebakaran hutan akibat musim kemarau di area sekitar kami, terutama di hutan-hutan penelitian proyek tempat kami bekerja.

Aku sudah cukup senang dengan apa yang ada dan kebersamaan dengan rekan-rekan kerja, jadi rasanya tanpa kehadiran sebuah pohon Natal tidak akan mengganggu. Lagipula aku cukup memahami bahwa inti Natal dan semangat Natal tidak terletak pada semua ornamen itu. Yang penting Yesus lahir di hatiku. 

Jadi, it’s ok with or without a christmas tree. 

Pohon Natal Kejutan 

Apa yang kurelakan untuk tidak hadir pada Natalku, ternyata tidak serta merta direlakan oleh teman-temanku. 

Tidak mudah menemukan cemara di sekitar daerah tempat kami tinggal, tetapi rekan-rekan kerjaku sering bercanda untuk menggotong cemara yang ada di depan pos polisi untuk dipindahkan ke mess-ku. Cemara depan pos polisi itu besar sekali dan hanya ada dua pohon, tidak mungkin mereka mengambilnya. Aku juga sudah membuat pengumuman, tidak menerima barang curian. Jadi, anggaplah itu hanya candaan segar penghilang penat seusai bekerja. 

Namun sehari sebelum malam Natal, sebuah pohon cemara muncul di mess-ku. Pohon itu tidak besar, tidak indah, batangnya tidak lurus, dan dicabut seakar-akarnya dan digeletakkan begitu saja di depanku. Tetapi itu pohon Natal terindah dalam hidupku. 

Rekan-rekan kerjaku hanya tertawa-tawa, “Kami menemukannya di belakang rumah Uyut! Itu pohon Natalmu!”. Seorang temanku yang beragama Advent dan tidak merayakan Natal membantuku menegakkan pohon Cemara itu dalam sebuah pot kecil dan menghiasinya dengan lampu dan hiasan-hiasan Natal. Yanti dan Aida juga senyam-senyum melihat pohon Natalku itu. 

Kebaikan-kebaikan pun Lahir di Malam Natal 

Saat malam Natal tiba, aku menyendiri di kamarku, menyalakan lilin kecil yang diberikan oleh Yanti dan mendengarkan alunan musik Natal yang syahdu sambil kerlip lampu-lampu kecil di pohon Natal-ku terus berkedip. 

Aku membayangkan Yanti dan Aida seperti para majus yang berusaha memberi yang terbaik yang bisa mereka berikan, dan rekan-rekan kerjaku yang lain seperti para gembala yang mendengar kabar, mencari dan menemukan apa yang mereka dengar. Sedangkan aku, mungkin aku seperti kandang yang hanya diam menjadi saksi kasih yang luar biasa. Jika 2000 tahun yang lalu Yesus lahir di kandang Betlehem, maka Natal kali ini Yesus pun lahir di setiap hati mereka yang percaya kepadanya dan juga di hati orang-orang lain yang bahkan belum percaya pada-Nya dalam bentuk kebaikan-kebaikan yang luar biasa. 

Malam Natal itu, aku berdoa agar Tuhan memberkati dan menganugerahi rekan-rekanku, sahabat-sahabatku, saudara-saudaraku dengan kasih dan kebahagiaan. Aku bersyukur karena Tuhan telah mengasihi aku melalui kehadiran mereka. 

Tahun ini ... 

Tahun ini masing-masing kami sudah berada di tempat yang berbeda-beda. Sebuah sms kuterima dari Yanti, “Apakah kamu sudah punya pohon Natal tahun ini? Aku punya pinus di depan rumah ...”, sebelum aku membalas SMS itu, masih ada lanjutannya, “... tapi aku percaya Natalmu akan tetap happy dengan atau tanpa pohon Natal!”. 

Aku mengalami Natal bersama sahabat-sahabat yang tidak seiman denganku. Natal adalah wujud kasih Allah bagi semua umat manusia, makanya aku percaya kebaikan-kebaikan di hati mereka juga diberikan oleh Allah dan tidak seorang pun dapat membatasi karya penyelamatan Allah. 

Terima kasih untuk pohon Natal terindah. Terima kasih untuk semangat memberi dan mengasihi. Terima kasih untuk persahabatan dan persaudaraan yang akan kukenang selamanya. 

(George Sicillia/ditulis kembali untuk Majalah KASUT GKI Pondok Indah) 

* * * * * 

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)

PADA HARI NATAL HATI KITA JUGA IKUT PULANG

PADA HARI NATAL HATI KITA JUGA IKUT PULANG

Pada hari Natal, semua jalan padat dengan kendaraan yang menuju ke rumah. 

Pesawat terbang yang terisi penuh, kereta api yang penuh sesak, bis yang berlimpah ruah yang dipadati dengan orang-orang yang memunyai tujuan yang sama: pulang ke rumah. Meskipun harus berdesakan dan saling mendorong, belum lagi kalau harus menunggu karena jadwal keberangkatan ditunda, berada di tengah-tengah kekacauan, tetapi kita tetap setia menggenggam bungkusan hadiah yang berwarna-warni karena kita ingin sampai di rumah. Kita seperti burung yang digerakkan oleh naluri yang hampir tidak kita pahami -- kerinduan untuk berkumpul bersama kerabat dan sanak saudara. 

 

Apabila kita sudah duduk nyaman di muka perapian, dikelilingi anak-anak yang semakin besar, atau menantikan kedatangan anggota keluarga yang lebih tua, barulah kita merasa tenang. Ingatan kita kembali pada masa Natal yang sudah lama berlalu. Sekali lagi kita terbuai pada suasana gembira setiap kali membuka kertas pembungkus hadiah Natal, pemberian yang berharga dari orang tua kita yang memiliki daya tarik tersendiri pada setiap malam Natal. Atau kita mengenang peristiwa khusus pada hari Natal yang tidak mudah terlupakan. 

Satu ingatan Natal sungguh istimewa bagi saya -- Natal dalam masa Depresi Ekonomi waktu ayah berhenti bekerja, sehingga kami berserakan ke pelbagai tempat, berjuang supaya dapat melanjutkan sekolah atau paling tidak tetap dapat bertahan hidup. Saudara perempuan saya, Gwen dan suaminya, seorang guru yang pertama kali ditugaskan di negara bagian lain, sedang menantikan kelahiran anak mereka yang pertama. Saudara laki-laki saya, Harold, yang bercita-cita menjadi aktor, sedang mengikuti pertunjukan keliling. Saya seorang karyawan yang sudah lama bekerja di sebuah universitas kecil, yang jaraknya lima ratus mil dari rumah. Atasan saya menawarkan lima puluh dolar -- betapa beruntungnya saya -- untuk menjaga supaya kantornya tetap buka selama dua minggu sewaktu ia dan istrinya bepergian. 

"Dan memang saya sedang memerlukan uang! Bu, saya tahu Ibu pasti mengerti," tulis saya. 

Saya tidak siap menerima jawaban ibu dalam suratnya yang menunjukkan keprihatinan. Anak-anak yang lain juga tidak bisa datang! Kalau tidak ada Barney, anak saudara saya yang laki-laki, ibu dan ayah hanya berdua saja. "Rumah ini akan terasa sepi, tetapi tidak usah cemas. Ayah dan Ibu baik-baik saja."

Saya sungguh-sungguh khawatir. Baru pertama kali ini kami tidak berkumpul pada hari Natal! Kesedihan saya bertambah dalam ketika mendengar lagu-lagu Natal berkumandang dari ruang atas, ketika mendengar lorong ramai dengan suara tawa dan celoteh gadis-gadis lain yang berkemas-kemas pulang ke rumah. 

Pada suatu malam, waktu asrama sudah hampir kosong, saya menerima telepon interlokal. "Gwen!" seru saya terkejut. "Ada apa?" (Pada waktu itu telepon interlokal biasanya berarti harus pulang karena keadaan darurat). 

"Leon mendapat generator baru dan kami rasa mobil tua itu dapat dikendarai sampai ke rumah. Saya sudah mengirim telegram kepada Harold -- kalau ia bisa bertemu dengan kami di tengah jalan, ia bisa pulang bersama kami. Tetapi jangan memberitahu ayah dan ibu dahulu; kami ingin memberi kejutan. Marj, kamu juga harus datang." 

"Tetapi saya tidak punya uang sedikit pun untuk membeli hadiah!" 

"Kami juga tidak punya. Gunting sebuah katalog dan bawa gambar barang-barang yang akan kamu beli, seandainya kamu bisa dan akan membelinya nanti!" 

"Itu bisa saya lakukan, Gwen. Tetapi saya tidak dapat meninggalkan tempat ini sekarang." 

Setelah pembicaraan kami selesai, saya mengambil gunting. Mantel yang terbuat dari bulu binatang, parfum, arloji, pakaian, mobil -- oh, betapa inginnya kami memberikan barang-barang mewah itu untuk orang-orang yang kami sayangi. Yah, setidaknya saya dapat mengirimkan guntingan hadiah itu ke rumah -- disertai tulisan "Saya berutang kepada kalian". 

Saya masih melamunkan "daftar hadiah" tersebut sewaktu dipanggil lagi karena ada telepon. Atasan saya akhirnya memutuskan untuk meliburkan kantornya. Hati saya melonjak gembira karena belum terlambat ke Fort Dodge, dengan menumpang mobil gadis yang kamarnya terletak di dekat aula bawah! Saya berlari, mengetuk-ngetuk pintu kamarnya. 

Mobil mereka sudah penuh katanya -- kecuali kalau saya mau duduk di pangkuan seseorang. Ayahnya sedang menunggu di bawah. Saya melemparkan barang-barang ke dalam koper, lalu cepat-cepat memakai jaket yang lapisan kerahnya sudah sobek, sampai lapisan itu terjulur ke luar seperti sarung tangan, sehingga saya harus memakainya kembali dengan lebih berhati-hati. 

Salju sedang turun waktu kami masuk ke dalam mobil yang tidak ada pemanasnya. Kami berkendaraan sepanjang malam diiringi suara kelepak gorden jendela samping, kami menyanyi dan saling berpelukan supaya tetap hangat. Kami sama sekali tidak keberatan -- kami mau menjalani semua itu karena kami akan pulang ke rumah! 

"Marj!" Ibu berdiri di pintu, merapatkan mantel ke sekeliling tubuhnya. Rambutnya yang hitam keperakan tergerai di punggung, matanya terbelalak karena khawatir. Lalu ia berseru dengan penuh kegembiraan bercampur rasa tidak percaya, "Oh ... Marj." 

Saya tidak akan melupakan tatapan matanya atau pelukannya yang begitu lembut dan hangat setelah merasakan dingin yang menusuk. Perjalanan semalaman itu membuat kaki saya kaku kedinginan, tetapi mulai hangat lagi setelah orang tua saya memberi makanan dan mengantar saya tidur. Beberapa jam kemudian saya terbangun karena suara gemerincing hiasan kereta salju yang digantung ayah setiap tahun di pintu. Dan karena suara-suara yang sudah tidak asing lagi. Keponakan saya berteriak, "Harold! Gwen!" Berhamburanlah pekikan tidak percaya, gelak tawa, ciuman, dan pertanyaan yang bertubi-tubi. Kami semua berkumpul mengelilingi meja dapur seperti yang biasa kami lakukan, menceritakan pengalaman-pengalaman kami. 

"Saya harus menumpang sampai di Peoria," teriak kakak laki-laki saya dengan gembira. "Bayangkan, saya, orang penting ... memakai ini!" Ia mengangkat sepatunya yang indah, tetapi lidah solnya megap-megap terbuka. 

"Astaga, untung kamu sampai juga di sini." Muka ayah yang penuh berseri-seri. Dan tiba-tiba ia menangis terharu -- padahal ayah tidak pernah menangis. "Kita semua berkumpul bersama." 

Berkumpul bersama. Kami menyadari bahwa pertemuan ini merupakan hadiah terbaik yang dapat kami berikan satu sama lain. Kami semua berkumpul di rumah lama, tempat kami biasa merayakan Natal. Tidak ada hadiah lain, termasuk yang ada dalam daftar barang-barang mewah meskipun bisa dibeli, yang dapat menggantikannya. 

Hampir pada setiap hari Natal setelah itu kami selalu beruntung. Bertahun-tahun sewaktu anak-anak bertumbuh semakin besar, kami selalu berkumpul. Sampai akhirnya, tidak disangka-sangka sejarah terulang kembali. Karena ada keperluan yang mendesak, tidak ada seorang anak pun yang bisa pulang ke rumah. Yang lebih buruk lagi, suami saya harus ke Florida untuk dioperasi. Suami saya orang yang berani dan angkuh, ia tetap bersikeras tidak perlu kami temani "hanya karena itu adalah hari Natal", sedangkan ia akan kembali minggu berikutnya. 

Seperti ibu saya yang waktu itu hanya ditemani salah seorang cucunya, saya juga hanya ditemani salah seorang anak saya, Melanie, yang berumur empat belas tahun. "Keadaan kita akan baik-baik saja," katanya, berusaha menghibur saya. 

Kami membuat perapian yang besar setiap malam, pergi ke gereja, membungkus hadiah, mencoba bersikap biasa-biasa saja. Tetapi kesedihan yang kami rasakan semakin menggigit. Dan, sehari sebelum Natal, tangisan kami meledak. "Bu, kasihan ayah sendirian di sana!" 

"Ibu tahu." Sambil berdoa mengharapkan adanya keajaiban, saya berlari mendekati telepon. Pesawat terbang sudah penuh, tetapi masih ada satu kabin tidur di kereta api terakhir yang menuju Miami. Hampir histeris karena lega dan gembira, kami memasukkan barang-barang ke dalam tas. 

Dan sungguh malam Natal yang meriah! Seperti anggota komplotan yang kompak, kami berbaring berdekatan dalam kabin yang nyaman. Melanie menggantung hiasan Natal yang mungil di jendela. Kami tak henti-hentinya memandangi kilatan cahaya diiringi irama gerakan kereta desa-desa kecil dan jalan-jalan di kota -- semuanya bertaburan dengan cahaya, hiasan, dan pohon Natal yang gemerlapan. Mobil-mobil, daerah pinggiran kota yang bersalju, dan orang-orang -- semua orang. Setiap orang sedang dalam perjalanan karena terdorong oleh kasih dan karena ingin bersama-sama merayakan malam yang berharga. 

Akhirnya, kami tertidur. Tetapi beberapa jam kemudian saya terbangun karena merasa heran, suasana tiba-tiba menjadi hening. Kereta api berhenti. Bayangan yang semula samar-samar kini tampak jelas, saya melihat sebuah kota kecil yang sunyi, terpencil, dan hanya sedikit lampu yang masih menyala. Di bawah pohon yang ranting-rantingnya tidak berdaun, seorang pria melangkahkan kakinya di sepanjang jalan yang sepi. Ia masih muda, berpakaian kelasi berwarna biru, kepalanya menunduk, badannya terbungkuk memikul kantong terpal yang berat di bahunya. Dan saya berpikir, Pulang! Kasihan pemuda itu, ia tampak sedih, padahal ia hampir tiba di rumah. Saya ingin tahu apakah ada yang masih terjaga menantikannya; atau apakah ada yang tahu ia akan datang. Hati saya meratapinya, karena ia tiba-tiba menjadi anak laki-laki saya -- itulah jiwa dan roh saya -- terbuai, terbawa oleh arus yang memanggil setiap tahun, "Pulanglah!" 

Pulang untuk merayakan Natal. Pasti ada alasan psikologis mengapa kita begitu ingin pulang ke rumah pada waktu yang istimewa ini. Mungkin tanpa sadar kita sudah bertindak seperti sepasang pria dan wanita yang menantikan kelahiran anak mereka bertahun-tahun yang lalu, berjalan perlahan-lahan menunggang keledai ke tempat yang dituju. Yusuf, ayah-Nya di dunia, harus pulang untuk mendaftarkan diri. Setiap pria harus pulang ke kota kelahirannya. 

Kelahiran. Mukjizat kelahiran yang luar biasa memancar melalui langkah dan kata dalam cerita Alkitab. Perjalanan panjang dan sukar melintasi pegunungan di Galilea dan Yudea, juga merupakan bagian dari perjalanan kehidupan menjelang peristiwa kelahiran. Ketika mereka tiba di Betlehem, sudah waktunya bagi Maria untuk melahirkan. Waktunya semakin dekat dan mereka semakin putus asa karena semua penginapan sudah terisi. Oleh sebab itu, suaminya menerima tempat yang ada, kandang hewan yang sederhana. 

Anak yang lahir pada hari Natal pertama itu bertumbuh menjadi seorang pria, Yesus. Ia menyembuhkan banyak orang, mengajarkan kita banyak hal yang penting. Tetapi berita yang meninggalkan pengaruh yang paling lestari; yang memberikan harapan dan hiburan yang paling besar ialah: bahwa kita memiliki sebuah rumah yang akan dituju dan pada suatu saat kelak -- semua orang percaya akan pulang ke sana. Suatu tempat di mana kita akan berkumpul kembali dengan orang-orang yang kita kasihi. 

Itu gambaran saya tentang surga. Di sana ibu berdiri di pintu, mungkin sedang memberi pengarahan kepada ayah tentang cara menyembelih kalkun atau menghias pohon Natal, dan ayah benar-benar menikmati saat-saat seperti itu. Teman-teman lama dan para tetangga berderet masuk dan keluar. Suasana perayaan yang penuh kasih dan sukacita ini akan berlangsung selama-lamanya. 

Di sana setiap hari adalah hari Natal dan semua orang berkumpul bersama. Di rumah. 

(Diambil dari:/Judul buku: Kisah Nyata Seputar Natal/Judul artikel: Pada Hari Natal Hati Kita Juga Ikut Pulang/Penulis artikel: Marjorie Holmes/Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung/Halaman:35-40/e-DOA) 

* * * * * 

Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya. (Yehezkiel 34:16)

PENGORBANAN

PENGORBANAN
 
Seperti biasanya, setelah menyanyikan nyanyian pada  misa minggu malam, perlahan-lahan pastor berjalan menuju mimbar, sebelum beliau memberikan kotbah, pastor memperkenalkan tamu kehormatan yang akan melayani untuk malam itu.



Pada saat perkenalan, pastor bercerita bahwa tamu kehormatannya adalah salah satu sahabat lama semasa kanak-kanak dan beliau meminta tamu tersebut untuk memberikan sedikit waktu untuk menyapa gereja dan berbagi apa saja yang dia rasa pantas untuk pelayanan.
 
Seorang tua berdiri dan berjalan menuju mimbar kemudian memulai berbicara.
 
"Ada seorang ayah, anak laki-lakinya, dan teman anak itu berlabuh di pantai Pasifik," beliau memulai, "Ketika ada badai datang menghampiri dan menghalangi segala usaha untuk kembali ke pantai, ombaknya sangat tinggi, walaupun sang ayah sangat berpengalaman dalam berlayar, ia kesulitan mempertahankan kapal untuk mengapung dan mereka bertiga tersapu ombak kedalam lautan saat kapal terbalik."
 
Orang tua itu termangu untuk sesaat, menatap kedua anak remaja, untuk pertama kalinya sejak bercerita, ia mencari sesuatu yang menarik didalam ceritanya. Tamu tersebut meneruskan ceritanya,
 
"Sambil menyambar tali penyelamat, sang ayah harus mengambil suatu keputusan yang sangat berat didalam hidupnya, untuk memilih anak mana yang harus dia tolong dengan melemparkan ujung tali itu. Dia hanya mempunyai waktu dalam dua detik untuk membuat keputusan. Sang ayah tahu anaknya adalah seorang kristiani dan dia tahu teman anaknya bukan. Kebimbangan akan keputusannya tidak dapat ditandingi sekalipun oleh ganasnya ombak."
 
“Sambil berteriak ' Aku mencintaimu anakku' sang ayah melemparkan tali penyelamat ke teman anaknya.”
 
“Saat sang ayah selesai menarik teman anaknya ke perahu yang terbalik, anaknya telah hilang dibawah keganasan gelombang menuju gelapnya malam. Tubuhnya tidak pernah diketemukan.”
 
Saat itu, dua orang anak remaja yang duduk lurus bersebrangan di kursi gereja dengan cemas menunggu kata-kata selanjutnya dari mulut sang tamu.
 
"Sang ayah," Beliau meneruskan, "Mengetahui anaknya akan menuju keabadian bersama Yesus dan dia tidak tahan berpikir bahwa teman anaknya akan menuju keabadian tanpa Yesus."
 
“Maka dia mengorbankan anaknya untuk menyelamatkan teman dari anaknya.”
 
“Betapa besar cinta Tuhan sehingga Dia berbuat yang sama bagi kita.”
 
“Bapa kita di Surga mengorbankan anakNya yang tunggal sehingga kita bisa diselamatkan.  Saya mendesak anda untuk menerima tawaran keselamatanNya dan pegangilah ujung tali kehidupan yang Ia lemparkan kepadamu pada kebaktian ini.”
 
Setelah itu, si orang tua berbalik dan duduk di kursinya, sementara keheningan memenuhi ruangan.
 
Tetapi, tidak seorang pun bereaksi terhadap penampilan tersebut.
 
Dalam beberapa menit setelah kebaktian berakhir, kedua remaja tadi berada di samping orang tua itu.
 
"Tadi cerita yang bagus", kata salah seorang bocah itu dengan sopan, "Tetapi saya pikir tidak realistis bagi seorang ayah untuk menyerahkan anak tunggalnya dengan harapan bahwa anak lain dapat menjadi Kristen."
 
"Tampaknya kalian telah menemukan intinya," jawab orang tua itu sambil melihat pada Alkitabnya.
 
Sebuah senyum besar melebarkan wajah kecilnya.
 
Sekali lagi dia melihat pada bocah-bocah itu dan berkata "Memang tidak realistis ya?"
 
“Tetapi saya  berdiri di sini hari ini untuk memberi tahu kalian bahwa cerita itu memberikan sedikit gambaran tentang bagaimana kondisi Tuhan dengan mengorbankan putra Nya untuk saya.”
 
“Kalian lihat - Saya adalah ayah itu dan pastor mu adalah teman anakku.” (fw.slwns)
 
* * * * *
 
Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. (Yohanes 15:13)

8 NASIHAT UNTUK PARA SUAMI

 8 NASIHAT UNTUK PARA SUAMI “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya...